Selasa, 05 Juli 2016

Rasanya, tidak mudah. . .

Bagaimana rasanya menjadi seseorang yang ingin lupa? Bagaimana rasanya menghapus rasa agar tak menjadi luka?
Apakah itu tak menyakitkan? Apakah itu tak menyiksa?

Aku kadang bertanya pada langit, mengapa langit begitu tega melihatku terluka seperti ini? Apakah ada jawaban dibalik rasa yang sedikit membuatku hidup tak seperti biasanya?

Dan, langit hanya diam seolah-olah tak peduli dengan jeritan hatiku saat ini. Lalu, awanpun tiba-tiba berubah dan membuat yang ada disekitarku seketika menjadi sedikit gelap. "Hujan akan tiba" ucap seseorang tepat berada dihadapanku yang sedang menunggu sama seperti diriku.

Hujanpun tiba, semua orang yang tadinya berjalan dengan santai di jalanan setapak yang biasa aku lalui kini mereka berlari tuk menghindarinya. "Allahumma shoyyiban nafi'an" do'a ku didalam hati. Lalu aku tertunduk entah aku sedih karena terbawa suasana ataukah aku hanya merasa bosan.

Tanah yang basah? Aku memandangi tanah yang basah. Tanah yang tak pernah bosan dan mengeluh bagaimana hujan bisa jatuh tepat diatasnya. Apakah tanah di bumi diciptakan untuk seperti itu? Yang selalu ikhlas ditimpa oleh segala sesuatu diatasnya? Lalu hujan, apakah hujan selalu ikhlas jatuh dari langit tanpa mengeluh dan merasa bosan?

Sejenak aku berfikir, jika tanah dan hujan adalah ciptaan Allah maka manusia juga adalah ciptaanNya bukan? Mengapa aku tak bisa se"ikhlas" tanah dan hujan yang hari ini aku saksikan tepat di hadapanku?

Aku kembali memandangi langit yang kini membuat suasana penduduk dibumi sedikit berubah, mungkin itulah jawaban dari langit untuk diriku yang tadinya hanya terdiam melihat ku mengeluh dan terus mengeluh. Dan langit yang juga menjadi bukti kuasaNya untuk para hambaNya yang dimana langit selalu ikhlas berada diatas sana bersama awan, matahari, bintang dan bulan.

Mungkin, yang aku butuhkan hanya sebuah ke"ikhlas"an, tak kurang dan tak lebih hanya ikhlas melepaskan apa yang pantas ditinggalkan. Agar tak menjadi suatu hal yang dapat membuat hidup terasa berada diambang kegagalan. Bangkit dan kembali tersenyum seperti sedia kala. Selama mata masih bisa memandang alam diluar sana, jika tidak? Mungkin kesempatanku telah habis karena aku telah mati.

2 komentar: