Kamis, 27 November 2014

Mom,you are my everything :*

Maaaaa, baju aku mana yang di gantung belakang pintu?
Maaaaa, masak apa hari ini?
Maaaaa, tau gak aku lagi naksir cowok loh.
Maaaaa, aku lagi kesel sama temenku.
Maaaaa, aku lagi berantem sama pacarku.
Maaaaa, adek susah di bilangin.
Maaaaa, aku gak ngerti sama apa yang papa omongin.
Maaaaa, pergi jalan yuk,
Maaaaa, jaga kesehatan ya selama aku jauh.
Maaaaa, aku kangen.
Maaaaa, kapan pulang?
Pah, mana Mama?

Lo kaya gitu gak sama nyokap lo? Ada atau pernah gak sehari aja, gak sebut nama "Mama/Bunda/Ibu"?
Apa sih panggilan sayang atau akrab lo ke nyokap? Kalo gue, Mama sama Nyonya.

Masakan paling enak ya buatan Mama.
Tempat curhat paling aman ya Mama.
Orang yang ngertiin kita ya Mama.
Semuanya serba Mama, secara gak sadar alasan penting kita buat hidup adalah buat Mama bahagia dan bangga karena udah punya anak kaya kita. Bener?

Jadi, jangan pernah sia-siain orang tua lo, terutama Mama. Jangan suka ngeyel sama orang tua, apalagi mama. Kalo gak suka sama opini sarannya jangan di bantah, cukup iyain aja. #IyainAja :Dv
Kalo gak percaya omongan gue, coba jalanin satu test dari gue.
Pas nyokap lo tidur, coba lo perhatiin lo bayangin dari muka teduh beliau dan mata yang tertutup itu matanya gak akan terbuka lagi, apa yang lo rasain? Silahkan mencoba bayangin.

Sayangilah orang tua lo terutama ibu lo mumpung mereka masih ada, jangan kecewakan mereka untuk kesekian kalinya. :')

Minggu, 21 September 2014

DUA HARI

Ketika dua hari kau menghilang dan tidak ada kabar, aku menyimpan rinduku dalam-dalam dan menunggu kamu menghubungi lebih dulu. Nyatanya, kamu tak sepeka itu, kamu entah sibuk dengan apa dan siapa, hingga begitu mudah menggeser aku dari hari-harimu. Aku tahu aku bukan siapa-siapa, mungkin aku hanya temanmu, sahabat karibmu, kawan berceritamu. Dan, jika memang betul kautak menganggap aku serius, bisakah kauberhenti memelukku ketika kita bertemu? Bisakah kauberhenti merangkulku dan berbisik rindu di telingaku? Bisakah kamu tak lagi datang dan pergi seperti ini sehingga menambah luka baru dalam dadaku?

Dua hari ketika kamu tak di sini, diam-diam aku menyimpan air mata yang tak kauketahui. Dengan alasan kausedang sibuk dengan sekolah mu, aku menerima kekalahanku yang pasti tidak akan terlihat penting di matamu. Seperti biasa, aku berlanjut menunggumu, hingga aku lupa rasanya bosan. Karena semua luka dan perih seketika terhapus ketika kausapa aku dengan secuil "hai" dan sejumput "kangen". Tak lupa kauselipkan sedikit kecupan dalam tulisanmu untuk membiarkanku membayangkan bagaimana rasanya dicium saat sedang dilanda rindu, walaupun kecupan itu hanya berupa tulisan. Itulah hari-hari yang kita jalani selama ini. Hubungan yang sebenarnya tak sehat tapi masih tetap kuperjuangkan. Detik-detik yang kita lewati tanpa kepastian, seakan kautak tahu perempuan ini mengharapkanmu memberi sedikit ruang untuk bernapas agar aku tak kesesakan dalam hubungan serba tak pasti ini.

Dua hari selama kamu pergi, aku menyimpan rindu yang tak kaupahami. Entah mengapa, kaubegitu mudah mengabaikanku, sementara aku sangat sulit untuk tidak peduli padamu. Tetap kukirimkan kabar meskipun kutahu tak semua kabar itu akan berujung balas darimu. Tetap kuluapkan kalimat penyemangat, lewat video dengan suara yang kubuat semerdu mungkin, agar kautak mendengar sesenggukan tangisku dan tetap bisa melewati harimu tanpa memikirkan kesedihanku selama ini.

Dua hari ini kamu adalah sosok yang membuatku seringkali mengigil dan ketakutan. Aku menemukan fotomu dengan mantan kekasihmu, yang begitu mesra dan membuatku semakin iri. Mengapa aku tidak bisa memamerkanmu sedahsyat itu di dunia nyata? Apa aku dilarang untuk bangga karena dekat dengan seorang pria tampan, bermarga Situmorang? Apa kauyang memang belum siap memamerkan perempuan Jawa yang pendiam ini pada lingkup sosialisasimu? Apa karena aku bukan wanita Batak makanya aku tidak berhak atas semua hak yang begitu istimewa? Atau karena kita tak punya status apa-apa maka aku dilarang untuk memelukmu di depan umum, merangkulmu di semua tempat, dan tak berhak berbangga hati karena dekat denganmu. Aku ini.... tolol akut. Bisa-bisanya aku rela disembunyikan dalam status yang demikian rumit, yang bahkan tak membuatku kunjung memahami semua. Aku sadar, aku hanya kaujadikan tempat sampah, namun mengapa untuk berhenti selangkah saja, rasanya aku selalu takut tidak akan lagi menemukan pria yang seperti kamu?

Dua hari ini, pengabaianmu juara nomor satu. Dan kamu berhasil membuatku takut, membuatku gelisah, membuatku aku bertanya-tanya. Sebenarnya kauanggap aku ini siapa? Jika memang kau menjalani ini bukan karena cinta, lalu apa maksud dari semua kedekatan kita yang terjalin beberapa bulan ini?

Jika memang ini bukan cinta, lalu apa arti genggaman tanganmu, yang tak ingin melepaskanku, ketika aku mengundurkan diri; untuk memperjuangkanmu.

Senin, 02 Juni 2014

Bukan Cerita Yang Menarik

Seorang ibu akan melakukan apapun demi kebaikan anaknya.
Semua yang dikatakan ibu kepada anaknya adalah tentang kebaikan, kebaikan, dan kebaikan.
Nggak ada dan nggak mungkin ada ibu yang berkata pada anaknya seperti ini..
"Anakku sayang.."
"Iya mah.."
"Kamu kalo udah gede mau jadi apa?"
"Jadi polisi"
"BHAHAHAHAK! Polisi apaan? Polisi tidur?!"
Seperti semua ibu pada umumnya, nyokap gue pun selalu nasehatin gue ketika gue melakukan sesuatu yang menurut dia nggak boleh dilakukan.
Tapi yang jadi masalah adalah, nyokap gue termasuk orang yang percaya dengan hal-hal aneh semacam mitos, santet, jimat, dll.
Terlahir sebagai orang Jawa tulen membuat nyokap gue sangat percaya dengan apapun yang berkaitan dengan hal mistis.
Tapi bukan berarti nyokap gue musyrik. Dia tetap beriman. Dan sholat-nya pun selalu 5 waktu. Kepercayaannya pada hal-hal mistis cuma bagian dari budaya turun temurun yang dia dapat semasa kecil.Gue masih inget banget ketika gue masih kecil, nyokap sempet menularkan virus mistisnya ke gue.
"Magrib magrib jangan keluar rumah, nanti diculik kuntilanak".
Kata nyokap gue ketika menasehati gue yang merengek minta keluar rumah buat main sama temen. Mitos itu pasti diucapkan nyokap ketika gue keluar rumah sewaktu magrib. Bahkan sampai sekarang.Waktu masih kecil, gue percaya sama mitos itu. Kalo sekarang, setiap denger mitos itu, yang kebayang dipikiran gue adalah mungkin kuntilanak yang dimaksud nyokap gue sejenis kuntilanak yang pas mau nyulik, mukanya ditutup pake kupluk yang bagian mata sama mulutnya dibolongin.Kemistisan nyokap terus menghantui hidup gue. Bahkan kemaren gue baru denger mitos terbaru dari dia.
"Jangan buang air panas sembarangan, nanti kena anak jin".
Sebagai anak yang baik, gue cuma bisa bilang "oke". Padahal dalam hati bertanya-tanya.. "jin apaan bisa kena air panas? Mereka kan terbuat dari api. Lagian, emang jin bisa bikin anak? Itu istrinya pas ngelahirin dibawa kemana? Bidan? Emang ada jin jadi bidan?"Dari semua kemistisan nyokap, yang paling gue inget adalah kejadian beberapa tahun lalu. Tepatnya saat gue masih SMA kelas 1.Malam itu dua temen sekolah gue yang bernama Tedy dan Justin tiba-tiba dateng ke rumah. Tedy adalah temen sekelas gue. Sedangkan Justin beda kelas. Nama asli Justin adalah Muksin. Dia dipanggil Justin karna permintaan dari dia sendiri. Setiap dipanggil Muksin dia nggak mau nengok, sambil bilang.."jangan panggil Muksin. Panggil gue Justin!".Dua orang anak manusia yang bentuknya lebih mirip anak gunung krakatau itu ke rumah gue dengan tujuan utama; main PS gratis.
"Cha, PS lu masih ada kan? Ini, si Justin ngajakin gue ke rumah lu buat main PS" kata Tedy sambil nunjuk ke Justin. "Lah, kok gue, Ted?" "Lah emang elu kan tadi yang ngajak" "kapan?" "Tadi" "tadi kapan?". Sebelum perdebatan nggak penting itu menyebabkan perpecahan antar umat beragama, terpaksa mereka langsung gue suruh masuk.Sesampainya di kamar gue, Tedy dan Justin tanpa basa-basi langsung nyalain PS. Mereka main berdua. Gue cuma bagian nonton dan ngecengin yang kalah doang. Sengaja nggak ikutan. Karna mereka jauh lebih jago dari gue.Mungkin malam itu Justin lagi sial. Dia nggak menang samasekali lawan Tedy. Emosinya mulai nggak stabil. Dicengin dikit, tersinggung, marah. Akhirnya Tedy diem. Justin diem. Gue ikutan diem. Suasananya jadi agak mencekam.Tiba-tiba..."BRAKKK!" Stik PS gue jatuh berbarengan dengan badan Justin. Dia kejang-kejang di lantai. Matanya melotot. Gue dan Tedy kaget dan langsung loncat keluar kamar.Saat itu bokap keluar kota. Yang ada di rumah cuma gue dan nyokap. Setelah gue kasih tau kalo Justin kejang-kejang di kamar gue, nyokap pun dengan segera melihat keadaan Justin.Ternyata Justin masih kejang-kejang. Sabmbil nunjuk-nunjuk Justin, nyokap gue pun berkata"KESURUPAN! DIA PASTI KESURUPAN!"Gue panik. Tedy panik. Tapi nyokap gue nggak panik. Dia malah ngucap salam"Assalamualaikum!". Gue makin panik. Jangan-jangan nyokap gue ikut kesurupan."Siapa kamu? Keluar! Jangan sampe saya kasih selangkangan nih. Keluar!"Entah gimana ceritanya, setelah diancam dengan selangkangan, Justin berhenti kejang-kejang. Dia terbaring lemah di lantai. Nyokap gue pun segera mengambil air putih. Dan menyemburkannya ke muka Justin. Bener-bener berasa ngeliat adegan tayangan-tayangan kesurupan yang ada di TV. Nggak nyangka, ternyata nyokap gue sakti.Setelah badannya mulai fit, Justin diantar Tedy pulang ke rumahnya. Dan kejadian malam itu membuat gue terpaksa tidur di ruang tamu. Bukan takut. Cuma males aja kalo kejadian yang menimpa Justin, ikut menimpa gue juga.Semenjak gue tau nyokap bisa ngusir setan, gue jadi percaya dengan semua mitos yang dia bilang. Gue jadi nggak berani keluar magrib, nggak berani buang air panas sembarang, dan ketika ada orang kesurupan, gue harus segera mengancamnya dengan selangkangan.Beberapa bulan kemudian. Ternyata Justin sering kejang-kejang di sekolah. Apa mungkin setan yang di rumah gue masih ngikutin Justin? Setelah diselidiki oleh badan intelejen negara yang berkerja sama dengan UNESCO, akhirnya semua terungkap. Ternyata, penyebab kejang-kejangnya Justin bukan seperti apa yang nyokap gue pikir. Dia kejang-kejang karna punya penyakit Epilepsi. Atau yang biasa disebut dengan ayan.
Jadi kesimpulannya:
1. Ternyata nyokap gue nggak sakti.
2. Gue bersyukur ketika kejang-kejang di rumah gue, Justin selamat dari ancaman selangkangan nyokap gue.

Salam hormat saya
Recha Junior

Selasa, 04 Maret 2014

ORANG YANG SAMA WAKTU YANG BERBEDA

Apa pun yang kau lakukan harusnya kau pikir berkali-kali. Juga
begitu perihal hati. Saat memutuskan pergi, kau pikir dua-
sepuluh-kali; ada hati yang kau sakiti. Jangan mudah berlari
jika saja ada niat kembali, jangan mudah meninggalkan jika
kau tahu sakitnya ditinggalkan. Mungkin kau lupa, yang kau
tinggalkan ini bukan benda mati. Tapi hati manusia yang setiap
detiknya bisa saja semakin terluka, juga bisa dicuri oleh
manusia lainnya.

Berapa kali ku katakan kepadamu bahwa kita bukan main-
main. Kita tak lagi sedang mencoba-coba. Jangan menjadikan
hubungan ini sebagai ajang melepas lelahmu. Ini bukan
sekedar tempat bersandar dari penat pelarian. Ini bukan
tempat menitipkan barang dagangan. Kelak ada penjual kau
akan melepaskan dan menjadikan kita kenangan. Bukan
begitu, sayang!

Sering kali kau jatuh dan aku selalu berusaha membuatmu
kembali utuh. Entah kali keberapa kau lelah, aku selalu
menjadi orang yang mencoba menenangkan kau yang gundah.
Tapi nyatanya yang aku dapat adalah pergimu tanpa arah. Kau
mengembarai hati-hati tanpa hati-hati. Kau bersenang-
senang sebelum akhirnya kau dibuang.

Dan kini kau katakan kau ingin pulang. Katamu akulah rumah
yang ingin kau tempati. Sebelum semuanya berlanjut, sebelum
kau semakin bersikukuh untuk menyatakan rasa.

Baiknya ku katakan kepadamu, dan tolong kau cerna baik-baik. Agar
hatiku dan hatimu masih bisa menjadi baik. Kau tahu? Orang
yang sama, kisah yang sama, tak akan pernah ada dalam waktu
yang berbeda. Jadi, pulanglah! Hatiku tak lagi rumahmu.

Senin, 03 Maret 2014

PALSU!

Belakangan ini saya dihadapkan dengan begitu banyak
pelajaran hidup. bukan, bukan hanya hidup saya
saja,tapi juga bagaimana orang-orang di sekitar saya
menjalani hidupnya sendiri.

Well, satu yang saya fikirkan benar-benar adalah
bagaimana kamu harus berani menjadi baik bagi dirimu
sendiri. Bukan berani mencitrakan diri sebagai orang
baik, tapi mencoba setengah mati menjadi orang baik
itu.

Saya memiliki banyak teman perempuan yang begitu
saya kenal, mereka tentu amat sangat berbeda dengan
saya, mereka tampak cantik, baik hati dan tentu
pendengar yang baik bagi saya. namun nyatanya mereka
punya kepribadian yang sangat di sayangkan untuk
mereka miliki. yaa seperti saya..

Saya bukan manusia baik, jauh sekali dari baik. saya
masih suka membicarakan orang lain, atau masih suka
membandingkan hidup saya sendiri dengan orang di
sekitar saya,lalu saya pun mampu seketika merasa tidak
beruntung.

Saya sedih sekali setiap kali berfikir,bahwa mungkin
semua orang sudah bosan berusaha menjadi yang terbaik
yang mampu mereka bisa.

Saya sangat bersyukur, karena sampai detik ini saya
tidak pernah berusaha tampak keren, bila hanya untuk
bisa dihargai oleh orang-orang di sekitar saya. saya tidak
perlu pengakuan dari orang-orang yang merasa hanya
pantas bergaul dengan kalangan tertentu saja. karena
saya percaya, seburuk apapun hidup kita berjalan,
selama kita masih punya Tuhan,maka masih akan ada
sayang yang tersisa untuk saya miliki.

Saya selalu berusaha menjadi lebih baik agar orang yang
saya sayangi mau tetap berada di sisi saya,namun jika
kalian menilai usaha saya tidak semaksimal yang kalian
mau saya tidak akan terus berusaha untuk itu. karena
hanya itu yang saya bisa lakukan untuk kalian. selama
saya tau,bahwa selama ini saya tidak pernah
memperlakukan kalian dengan buruk, saya tidak
berbohong atau mengkhianati,maka kalian tetap
memutuskan untuk pergi,kalian punya hak untuk
melakukannya. saya tidak perlu disayangi kembali oleh
orang-orang yang bahkan tidak bisa memeluk saya
seutuhnya.

Ketika kalian pergi, saya hanya meyakini satu
hal,bahwa kalian baru saja kehilangan satu ketulusan
yang saya siapkan untuk kalian. Dan saya bukanlah
bagian yang dirugikan diatasnya.

Banyak sekali orang palsu di sekelilingmu. Maka bila
kamu bertemu yang masih mau jadi dirinya sendiri dan
menemanimu sebagai kamu yang sebenarnya, simpan
mereka sebagai harta karun. Karena terkadang Tuhan,
tidak memberi mereka kesempatan untuk dua kali lewat
dalam hidupmu:))

HAY GAMERS

cowok mana yang ga suka game ?
pasti hanya sebagian kecilkan

DULU , aku adalah seorang mantan pacar gamers

hai gamers
mungkin dari sekian banyak cewek didunia ini
mungkin hanya aku yang tidak pernah mengeluh akan
kesibukan ngegamemu itu

aku terima
aku mengerti
aku ga pernah marah
apa yang kamu mau , aku ikuti ~
tidak pernah ingin membuat mu marah !
itulah intinya

biarkan saja aku mengomel dalam hati
jadi pacar kamu itu atas kata dasar cinta
ga mesti ngeluh
kamu punya dunia , aku punya dunia
dunia kamu game
duniaku ya kamu

tidak pernah ingin menjadi beban untukmu
aku coba masuk ke duniamu itu
berusaha mencari tau,menikmati , demi ?
demi kamu ! demi kita !

agar kalau kamu cerita , aku bisa ngerti ,aku bisa tau
ingin selalu menjadi pendengar yang baik untukmu kok
kamu selalu ngeyakinin aku
Gamers itu setia !
Gamers itu ga suka selingkuh ! punya pacar 1 aja udah syukur
karna cuma sibuk ngegame
Gamers itu , ga neko neko

banyak teori yang kamu kasih keaku
cuma agar aku percaya
hey ! entah hal apa memang
seperti dibius rasanya oleh kata katamu itu
begitu mudah nya aku percaya

tapi akhirnya aku tau
dan 1 definisi yang kurang
Gamers itu cepat bosan !
dan punya sifat penasaran yang luar biasa
misalnya aja . ngegame . pasti penasaran sama level level
berikutnya pasti bakal lebih seru dan ga ngebosenin

yaaaa
gitu juga masalah pasangan
bosan ~ bosan ~
dan akhirnya meninggalkan :'')
penasaran dengan wanita lain ~

agak bodoh postingan aku kali ini . tapi ya gitu 

AKU MASALALU MU.

sudah lama kita berpisah
kini kita jalani jalan kita masing masing
kini hidup kamu adalah dia
aku hanya bisa melihat
sedang kan aku masih bertahan untuk sendiri
entah apa yang ku tunggu
aku pun tidak mengerti

melihat kebahagianmu saja aku sudah bisa tersenyum kok
jika melihat kearahmu yang sekarang
pasti juga ada seseorang disampingmu
sepertinya kamu begitu bahagia
itu bukan hanya dugaanku , tapi harapan ku juga

melihat foto mu berdua dengannya
melihat timeline kalian yang saling mengucapkan selamat pagi
hingga selamat malam .

melihat kalian bermesraan di timeline
melihat kalian update status saat kalian pergi kesuatu tempat
bersamaan
kebodohan aku juga , kenapa harus kulihat kan ?
tapi aku ingin tau !
selalu ingin tau tentang kamu !
jangan salahkan aku , salahkan saja perasaan bodoh ini

hanya menghela nafas yang panjang dan mengucapkan
"kamu masa lalu ku , aku ga boleh sayang kamu "
berkali kali itu kulakukan untuk membuatku tenang

cemburu ? sangat !! tapi harus gimana?
kenapa ? dulu kita tidak bisa semesra seperti kalian
sekarang ?
menyesal ! aku sangat menyesal
memang segala sesuatu yang sudah terjadi itu tidak perlu
disesali

tapi air mata ini terus mengalir akibat kecemburuan
ku ,akibat tidak terimanya aku . akibat penyesalanku

iyaaaaaaaa.. aku hanya masa lalu
hanya masa lalu
hanya masa lalu
masa lalumu yang bodoh
masa lalumu yang sangat berharap kau akan mengulang masa
lalumu itu
masa lalumu yang tetap menunggu dan selalu
menunggu ,kembalinya kamu

siapa yang percaya ? manusia akan mengulang waktu ke masa
lalunya ?
hanya doraemon yang bisa hahhaha
aku diam

menahan rinduku yang sudah tak bisa ku terka terka lagi
bentuknya
menahan seluruh emosiku
menahan kenangan kenangan yang akan sering datang
aku masa lalumu
dia masa depanmu kan ?
semoga kamu selalu bahagia .

BENCI CARAMU MENCINTAIKU~

"kamu terlalu baik untukku , aku bukan yang terbaik untukmu "
"ini demi kebaikanmu "
"aku seperti ini karna aku sayang "

dengan cara meninggalkanku
itu yang kamu bilang baik untukku ? , aku yang tak mengerti
atau hatimu yang terbuat dari batu
apa jadinya aku tanpa kamu ? kamu sangat egois !!

itu yang selalu kamu ucapkan
apa tidak ada yang lebih masuk akal lagi untuk memberi alasan
agar meninggalkanku ?

alasan macam itu , alasan bodoh !
itu alasan yang lembut tapi sangat menghempaskan
Berhenti untuk menjagaku !
Berhenti untuk selalu ada !
Berhenti untuk mengisi hari hariku !
itu yang kau bilang "Karna aku sayang ?"
aku masih bisa berfikir dengan sehat
aku mengerti semua kebohonganmu itu
kau hanya mencari alasan agar aku tidak terlalu sakit

Tapi
apapun alasanmu , Aku selalu terima
aku ikuti aturan mainmu
aku ikuti caramu
aku turuti maumu
membuang semua egoku
Karna aku sayang
untuk apa mengikuti egoku
untuk apa mengikuti caraku
hanya membuatmu merasa terpaksa , bukan ?
aku tidak mau memaksamu untuk tetap tinggal , karna kau
memang ingin pergi
aku tau alasan yang sebenarnya
meskipun aku hanya menerka nerka , tapi aku yakin
pasti karna ada orang lain yang lebih baik dari aku
pasti karna kau lebih mendengarkan kata temanmu
atau karna kau masih mengingat masa lalumu dan ingin kembali
padanya

aku lebih yakin pada yang terakhir
karna aku merperhatikan gerak gerikmu
mungkin masa lalumu sangat menarik , tidak membosankan
seperti aku
mungkin masa lalumu sangat berkesan dari pada aku
itu kemungkinanku

cukup aku yang merasakan sakit ini
dan mungkin aku akan seperti dirimu
akan selalu mengingat masa laluku yaitu kamu

Ceritanya lagi jadi penyiar radio!

Hai girl . Gue yakin sih .yang sering baca postingan gue ini
99% cewek semua . Ada yang hatinya lagi kacau karna
kenangan , ada yang gelisah karna gebetan php , yaaaa dan
kawan kawannya .

Gue pernah punya keinginan untuk jadi penyiar radio ,
kenapa ? Karna banyak yg bilang topik pembahasan gue menarik,dan suara gue sekseh=)). `
Tapi gue gak mau jadi penyanyi . Bukan berarti gue gak bisa nyanyi .
Untuk jadi penyanyi kamar mandi gue mampu banget . Tapi
untuk lebih dari itu lo pikir aja sendiri .

Jadi untuk post kali ini gue mau agak freak .
Lo harus baca seakan akan gue lagi nyiarin postingan gue ini dari gelombang radio yang radiusnya langsung masuk ke hati lo .
hahahhaa -_-

Haiiiiiii girl . Wherever you are, apa kabar sama hati lo ? Gue
harap baik baik aja . Ketemu lagi sama gue rekaa yang gak
bakal habis habisnya memberi radius radius masalah cinta ke
hati lo . Gue yakin sampek saat ini hati hati lo semua pada
amburadul meskipun bibir lo semua tetep senyum . Dengan
masalah hati lo yang lagi lo permasalahkan saat ini gue yakin
itu masalah masa lalu atau masalah harapan ? Kesempatan
kedua ? Pengorbanan sia sia ? Rindu ? Bisa jadi bisa jadi .

Yang namanya masa lalu itu kan bisa disebut kenangan , gue
tau seburuk apapun kenangan lo .pasti lo anggep indah dan lo
inget sampek sekarang karna semua itu gak bakal keulang
lagi . Meskipun pacar lo udah gak peduli . Lo gak boleh
ngelupain semua kenangan cukup untuk ngilangin rasa yang
ada sekarang aja . Lo gak usah berlebihan untuk cuci otak lah
atau bunuh diri .itu gak keren . Bagus lo cuci hati lo . Girl !!!

Kenapa lo gak bisa ngilangin rasa yang nyakitin lo sampek
sekarang . Karna semua mata hati lo cuma ke dia ! Mantan ! .
Lo harus buka mata hati lo . Kalok diluaran sana . Masih
banyak orang yang lebih baik dari mantan lo! . Lo ga sedih liat
hati lo . Yang jalan ditempat . Dia capek !!!!! Jangan bilang "
gue cuma mau dia , gue cuma butuh kesempatan kedua !! "
Gue jijik sama kata kata kayak gitu . Hal yang udah rusak terus
udah dibuang ,terus lo pungut lagi . Rasanya bakal beda . Lo
pikir klo lo balikan sama dia . Semua bakal lebih indah ? Gak
lah,Lo bakal ngerasain kegaringan yang luar biasa .

Percaya deh ! Coba lo pikir panjang .
Hati lo udah kesakitan , dia balik lagi terus kalian jadian lagi , lo pikir lo berdua bakal abadi ?
Lo bakal putus lagi , dan lo mau gitu ? Ngulang rasa sakit nya dari
awal ? Gak kan ? Dan ada juga yang mau balikan karna rasa
pengen balas dendam . Duuuuh udah gak umurnya balas balas
dendam . Klo lo memang berniat kek gitu . Buang deh jauh
jauh . Lo buang buang waktu .

Dan masalah pengorbanan . Lo ngerasa pengorbanan yang lo
lakuin . Sia sia ?? Terus lo ungkit ungkit , lo ingat ingat .

Heeeiiiii itu gak baik , apapun yang lo lakuin sekarang . Apapun
itu mulai semuanya dengan ketulusan , ikhlas . Sejahat apapun
mantan lo . Dan yang lo nilai sekarang klo dia udah lupa semua
nya tentang kenangan . Lo salah . Gue yakin seyakin
yakinnya . Klo cowok lo .gak bakal lupa . Tapi cara dia aja yg
beda sama lo . Dia udah berhasil lepas dari rasa yang dulu , elo
belom !!! .

Udaaah gue tau lo rindu . Rindu hak semua manusia kok . Tapi
jangan sampek ngegiring lo ke perasaan dong . Dan jangan
terlarut larut . Itu gak baik . Semua hal gak baik mesti di
hindari . Gue tau lo rindu genggamannya , rindu
rangkulannya , rindu kata kata sayangnya, gue rasa gak perlu
diperpanjang lebih jauh . Gue takut hati lo pada pecah
pecah .
dan untuk yang sering di kasih harapan palsu sama gebetan .
Yaaaa namanya juga masih gebetan . Belom pacar . Lo gak
mesti pake hatilah selama ngejalani pdkt . Dan lo jangan
kebanyakan ngarep .apalagi jenis gebetan sekarang makin gak
karuan . Ada yang gampang dateng apa lagi pergi . Easy go ~ easy come.

Banyak yg bilang masa pedekate klo cuma 1 atau 2
minggu atau 3 hari hahah itu namanya cuma main main . Dan
kelamaan pdkt juga gak baik . Gue pesen . Lo yang jalani , lo
yang tau . Lo yang tau kapan tepatnya lo bakal jadian . Tapi
sebelum jadian gue rasa fikir mateng mateng . Untuk gue
pacaran diumur sekarang ini . Cuma permainan . Itu menurut
gue . Gausah serius seriuslah . Belom umurnya kita harus
serius serius . Naaaaah jadiiii semua ya harus lo jalani
sekarang bakal gak lepas dari namanya cinta . Lo harus pinter
pinter ngejalani arus ini . Gue pikir gak semua hal harus
dibesar besarin dan dijadiin beban sampek sampek buat lo jadi
orang gak karuan .
Santai untuk ngejalani semua nya gue pikir itu yang paling
baik .

Guys . Semua bakal indah pada waktunya kok .
Gue gak tau harus disebut acara offair apa ini . Yang pasti .
gue bakal balik lagi . Gatau kapan . Lo tunggu aja .
See you .

Minggu, 02 Maret 2014

MENULIS

setiap kali menulis biasanya saya selalu memikirkan
apapun di detik itu. maksud saya, selalu memikirkan soal
hal-hal yang pernah terjadi saat itu. biasanya saya justru
terngiang hal-hal yang telah terjadi dalam hidup saya.

mungkin itu salah satu dari satu juta alasan yang bisa
saya sebutkan bila seseorang bertanya pada saya " hey
caa,mengapa kamu suka menulis?"

saya melewati banyak masa berat,sangat berat sampai
rasanya saya sering merasa sesak di dada. tapi
menulis,memberi banyak saya kesempatan untuk
bernafas dengan ruang yang lain. ruang lapang yang
dipenuhi pepohonan rindang,juga bunga-bunga
menjuntai dari akar-akarnya yang menggelantung. saya
menemukan ruang baru-ruang pribadi saya yang mampu
menyimpan perasaan-perasaan saya dalam jajaran huruf-
hurufnya
menulispun membuat saya seperti memiliki mata di
dalam hati saya,menulis mengajarkan saya untuk dapat
melihat apa yang tidak saya lihat ketika saya melihat
sesuatu hanya dengan mata kepala saya. karena saat saya
menulis saya kembali memikirkan hal-hal yang akan saya
tulis. kalau tulisan saya terbaca baik dan banyak dari
kalian yang menyukainya,bahkan terguguh karenanya,itu
hanyalah bonus dari Tuhan. apalah saya tanpa Tuhan?:)

AKU RASA KITA SEHARUSNYA MENCOBA UNTUK BERTAHAN DULU

Aku suka memandangi hujan berlama-lama, tapi tanpamu,
rasanya mungkin tidak akan lagi sama.

Aku suka berbincang di telfon sampai tertidur, tapi siapapun
yang kemudian menemaniku melakukan itu, mungkin rasanya
tidak akan senyaman ketika aku melakukannya denganmu
Aku ingin kamu tinggal, tentu saja. Tidak ingin kita berpisah,
tentu saja. Tapi aku bisa apa? tiba-tiba saja kamu ingin pergi
begitu saja. Kamu bilang hubungan ini tidak bisa lagi
dipertahankan. Tetapi kamu tidak pernah mencoba, bertahan,
sayang, darimana kamu tau hubungan ini tidak bisa
dipertahankan?

Pada saat aku meminta untuk kita bicarakan dulu, kamu juga
bilang kalau tidak ada lagi yang bisa dibicarakan. Kamu tidak
pernah berusaha mencari tau apa yang sebaiknya kita
bicarakan, jadi darimana kamu tau bahwa tidak ada lagi yang
bisa dibicarakan?

Sepertinya kamu terlalu tidak peduli untuk mencoba lagi.
Terlalu mencari menangmu sendiri untuk berusaha mengerti.
Tapi tidak apa. Cinta tidak harus dipaksa.

Aku akan baik-baik saja. Tidak akan menangis selamanya.
Kamu jangan merasa bersalah atau terlalu khawatir dan
bertanya-tanya apakah aku akan baik-baik saja. Karena pada
akhirnya juga toh pasti aku akan baik-baik saja. Harus baik-
baik saja.

Masih ingat, pada waktu aku menangisimu, kamu bilang kita
masih bisa berteman? Aku bertaruh, awalnya ya kita mungkin
masih berhubungan, menanyakan kabar, mungkin juga ngobrol
kadang-kadang. Tapi lama kelamaan pasti akan berangsur
berkurang, lalu saling melupakan. Atau setidaknya, kamu yang
sepertinya duluan akan melupakan.

Katamu juga (ketika aku menangis dan mencoba
mempertahankan), kenapa aku terus berusaha
mempertahankan kalau kamu saja tidak ingin dipertahankan?

Tunggu sebentar, apa kamu tidak ingat, ketika pernah dulu
aku yang memutuskanmu pergi, kamu juga terus memohonku
sambil memelukku erat?

Apa kamu tidak ingat, selama setahun pernah tanpa menyerah
berusaha menarik perhatianku yang pada awalnya aku tidak
pernah menggubrismu? Ke mana sifat tidak pernah menyerah
sebelum mendapatkan yang kamu mau itu? Atau setelah
mendapatkan, sudah tidak lagi menantang?

Apa kamu tidak ingat, kamu pernah mengenalkanku kepada
teman-temanmu dan begitu membanggakanku? Kenapa
sekarang tak bisa sebahagia itu?

Kamu bilang, mungkin karena aku berubah, itu alasannya.
Sebenarnya aku masih sama, selalu seperti dulu karena kamu
bilang mencintaiku tanpa ingin mengubahku. Tidak mungkin
aku berubah kalau itu beresiko melunturkan cintamu, dimana
aku sedang sangat cinta-cintanya denganmu. Kalau begitu
sebenarnya yang berubah itu siapa?

Sekarang, kalau tiba-tiba aku mendengar lagu yang biasa kita
nyanyikan berdua, dan tiba-tiba merasa begitu
merindukanmu, aku harus bagaimana?

Kalau tengah malam aku tiba-tiba kangen banget ngbrol di
telfon denganmu, aku harus bagaimana?

Ya, aku tau. Ini yang selalu kamu katakan setiap kali aku
mengatakan rindu atau mengajakmu berbicara lagi dulu "Kamu
harus bisa seperti aku. Melepaskanmu. Yang berlalu biarlah
tetap berlalu"

Kamu tidak tau sakitnya aku, jadi sebenarnya kamu tidak
boleh berkata harus bisa seperti kamu, membiarkan yang
berlalu tetap berlalu. Bagi yang sudah tidak mencintai lagi, itu
mudah. Kamu pernah tidak, sedang jatuh cintanya, tapi
diminta untuk berhenti mencintainya? kamu pernah tidak,
sedang rindu-rindunya tapi di suruh jangan lagi
melakukannya? Kalau belum, jangan menganggap 'yang berlalu
biarlah berlalu' itu semudah mengatakannya. Tidak semudah
itu.

Sebagai catatan, aku melepaskanmu bukan karena tidak
mencintaimu, aku hanya merasa untuk apa mempertahankan
yang tidak ingin dipertahankan. Untuk apa meminta kamu
disini jika kamu selalu berfikir untuk pergi. Untuk apa
menanyakan apa kamu masih cinta kalau jawabanmu bisa
ditebak, 'Tidak tau rasa itu masih ada'
Sebenarnya, mencintai itu berfikirnya bukan lagi aku atau
kamu. Bukan lagi aku berusaha mati-matian
membahagiakanmu, atau kamu mencoba membahagiakanku.

Saling mencintai itu, berusaha agar kita bahagia dengan
tetap bersama. Sayangnya, memang dari awal pengertian kita
tentang mencintai itu berbeda. Kamu dengan kamu harus
bahagia, aku dengan mecoba selalu menerima kamu apa
adanya, bahkan dengan egomu yang tidak pernah kusangka
bahwa bahagiamu jauh lebih penting dari bahagiaku.

Tapi kalau kamu (seandainya) ingin tau dulu apa pendapatku
tentang ini, sebenarnya aku rasa kita harus mencoba untuk
bertahan dulu. Setidaknya mencoba dulu, bukan semua
diputuskan oleh kamu.

KISAH SADIS DIHARI MINGGU

Jadi gini,ini cerita gue alamin kemaren:)

Dimana semua orang berpikir bahwa Minggu adalah hari dimana semua umat manusia bisa hidup
dengan damai setelah beberapa hari sebelumnya beraktivitas
dan bekerja keras bagaikan kuda. Begitupun dengan gue.
Waktu itu gue bertekad akan istirahat total. Demi bertahan
hidup. Karna hari-hari sebelumnya gue kurang tidur akibat
sibuk mengerjakan tugas. "Gue mau tidur 24 jam penuh!"

Tapi, hari minggu yang gue kira akan menjadi hari yang indah
itu menjadi hari yang paling tragis dalam hidup gue. Iya. Kisah
sadis di hari minggu..

Sabtu malam. Gue berencana untuk tidur dari minggu jam 1
pagi, sampai senin jam 1 pagi. Rencana brilian gue berjalan
lancar ketika gue tertidur sekitar jam 1.
Dan semua kisah sadis dalam cerita ini dimulai dari awal gue membuka mata.
Pukul 4 pagi. Disaat ayam-ayam masih tertidur pulas, gue
terbangun karna suara berisik yang berasal dari hp gue. Ada
telpon masuk dari nomer tak dikenal.

Awalnya gue reject. Karna gue termasuk tipe orang yang nggak mau diganggu ketika sedang tidur.
Walaupun ada ombak menyapu rumah gue,kalo gue masih pengen tidur, gue nggak bakal bangun.

Tapi setelah gue reject berkali-kali, penelpon misterius itu
nggak mau nyerah. Dia tetap optimis bahwa telponnya bakal
gue angkat. Akhirnya, gue yang nyerah. Gue nerima telpon itu
dengan harapan, setelah gue terima, dia nggak bakal nelpon
lagi, dan gue bisa dengan tenang melanjutkan tidur.

"Hallo?"

"Hallo?" Ternyata si penelpon misterius ini adalah seorang
bapak-bapak.

"Ini siapa ya?" Tanya gue.

"Ini opung kau! Lupa kau sama opung sendiri? Bah!"
Sampai di sini, gue merasa ada yang salah dengan orang ini.
Pertama, dia berbicara dengan logat batak yang cukup kental.
Sedangkan gue, nggak pernah punya saudara orang batak.
Kedua, spesies manusia macam apa yang nyariin saudaranya
pagi-pagi buta.

"Salah sambung, om!"

"Ah macam mana bisa salah sambung! Jangan mengada-ada
kau!"

"Sumpah, salah sambung!"

"Kau ini Sondang anaknya si Alex kan?"

"Bukaaaan. Rekaaa Bukan Sondang. Dan setau saya, saya
nggak punya bapak yang namanya Alex". Gue mencoba
meyakinkan.

"Wah kalau begitu, aku salah sambung!"

"Kan tadi saya bilang begitu!!". Gue pun menutup telpon dan
kembali melanjutkan tidur.

Beberapa menit kemudian, hp gue kembali berbunyi..
Si penelpon misterius itu, menghubungi gue lagi. Terpaksa
harus gue angkat karna gue tau, kalo nggak gue angkat, dia
pasti nggak bakal berhenti nelponin gue.

"Apa lagi?"

"Jadi, Sondang mana Sondang?". Tanpa pikir panjang, gue
langsung menutup telpon. Dan segera mematikannya. Sebelum
gue reflek jual hp karna dibikin kesel sama opungnya si
Sondang yang entah siapa itu.

Pukul 6 pagi. Gue terbangun lagi. Kali ini gara-gara hal yang
nggak kalah ngeselin dari sebelumnya. Gue terbangun gara-
gara suara kucing kawin. Sengaja gue diemin karna gue pikir,
kucing kawin biasanya nggak lama. Paling cuma 5 menit.

30 menit kemudian..

Setaaan! Dua kucing nggak tau aturan itu masih teriak-
teriak. Gue harus nyari cara buat menghentikan perilaku
amoral mereka. Dengan penuh rasa kesal, gue keluar rumah.
Melempar sendal, yang entah sendal siapa, ke arah dua kucing
yang sedang dimabuk asmara itu.
Setelah gue lemparin sendal, kucing betinanya kabur.
Sedangkan kucing jantannya menatap sinis ke arah gue.
Matanya seakan berkata "biadab! Tunggu pembalasanku!".
Tapi gue nggak mau kalah. Gue juga membalas tatapan
sinisnya, seraya berkata "APA LO?!" Dan kucing mesum itu pun
kabur.

Gue kembali ke kasur. Mencoba melanjutkan perjuangan
menikmati setiap lekuk tubuh kasur gue yang indah. Baru 5
menit tertidur, muncul lagi satu cobaan hidup dari Tuhan.

"Rekaaaa" Suara teriakan nyokap gue, memecah
keheningan. Bahkan hampir memecahkan gendang telinga
setiap orang yang ada di sekitar rumah gue dalam radius 10
kilometer.

"Ya mah? Kenapa?"
"Kamu udah bangun?"
"Belum nih"
"...."

Pagi itu nyokap gue iseng nyobain resep masakan yang dia
baca dari sebuah majalah. Tanpa sadar bahwa keisengan dia
secara nggak langsung sudah menyiksa dan mengorbankan
darah dagingnya sendiri.

"Mamah lagi nyobain resep masakan dari majalah. Tapi,
bahannya kurang"

"Terus?"

"Tolong beliin jeruk nipis ya"

Saat itu gue seakan ada di situasi yang paling sulit dalam hidup
gue. Kalo gue tolak, gue khawatir akan langsung dikutuk jadi
batu. Kalo gue turutin, hidup gue akan semakin tersiksa.
Harus masuk ke pelosok pasar dan dempet-dempetan dengan
ibu-ibu bau balsem. Hanya demi seonggok jeruk nipis.
Setelah menatap mata nyokap yang penuh ancaman, gue
terpaksa memilih untuk menurut. Karna gue nggak mau
bernasib sama seperti Malin Kundang. Lagian nggak keren
banget dikutuk jadi batu cuma gara-gara jeruk nipis.

Dalam otak gue, mencari jeruk di tengah pasar pasti gampang.
Tinggal nanya dari satu tukang sayur ke tukang sayur lainnya,
kelar. Tapi ternyata gue salah. Sesampainya di pasar, gue
muter-muter nyari tukang jeruk nipis. Tukang sayur yang gue
tanya, jawabnya cuma "di situ". Tanpa memberikan arah yang
lebih spesifik. Satu jam berlalu. Gue masih belum menemukan
si tukang jeruk nipis sialan ini. Perjalanan mencari jeruk
nipis, terasa seperti perjalan mencari 9 bolan naga. (Eh, 7
apa 9? Ya pokoknya segitu lah)

Setelah nanya-nanya ke hampir semua pedagang, akhirnya
gue menarik kesimpulan. Bahwa mungkin tukang jeruk nipis
yang gue cari, hari itu sedang cuti. Pencarian gue adalah
Mission Imposible. Gue pun kembali ke rumah. Tanpa hasil.
Karna udah terlalu capek, gue udah nggak peduli kalaupun
nantinya gue dikutuk jadi batu sama nyokap sendiri. Gue
pasrah.

Matahari semakin terik. Setelah panas-panasan di jalan dalam
perjalanan pulang, akhirnya gue sampai di rumah. Ada
perasaan cemas yang mengganggu gue saat itu. Takut ketika
gue kabarin bahwa gue pulang tanpa membawa jeruk nipis
pesanannya, dia langsung shock, dan teriak "APAH?! TIDAK
MUNGKIN!". Lalu dilanjutkan dengan adegan memegang dada.
Matanya mengarah ke atas. Badannya kejang-kejang.
Serangan jantung. Tapi kayaknya nggak mungkin. Itu cuma
terjadi di adegan-adegan sinetron.

Gue memberanikan diri menghadapi kenyataan. Dengan
perasaan cemas yang bercampur denga rasa takut dikutuk jadi
batu, gue berjalan ke dapur untuk bertemu dengan nyokap.
Dia terlihat sedang sibuk mengiris-ngiris wortel. Belum
sempat gue bersuara, nyokap udah menengok ke arah gue.

"Eh. Gimana? Dapet jeruk nipisnya?". Gue seketika merasa
seperti seorang spionase Amerika yang tertangkap di Rusia.
Dan sebelum dieksekusi mati, ditanya dulu "ada kata-kata
terakhir?"

"Jadi gini, mah.."
"Gimana gimana?"
"Uuuumm"
"Kamu pasti nggak dapet jeruk nipisnya ya? Yaudah gapapa.
Ternyata setelah mamah periksa lagi, di kulkas, jeruk nipis
masih banyak"

Allahuakbar!

Rasanya campur aduk. Antara lega dan kesel. Lega karna gue
nggak jadi dieksekusi mati, kesel karna udah buang-buang
energi keliling pasar buat nyari jeruk nipis yang sebenernya
udah ada di kulkas.

Untuk yang kesekian kalinya, gue segera kembali ke haribaan
kasur untuk kembali melanjutkan tidur. Nggak lama, gue bisa
tertidur lelap. Kali ini, gue bisa tidur sekitar 5 jam. Dari jam
10 siang, terbangun di jam 3 sore. Lumayan.

Saking enaknya tidur, gue lupa dari kemaren sore belum
makan. Dengan nyawa yang masih belum terkumpul, gue
berjalan menuju dapur untuk mencari sesuatu yang bisa
dimakan. Cuma ada beberapa peralatan masak, piring-piring
kotor, dan sendal jepit yang tergeletak tak berdaya di lantai.
Sepertinya gue nggak menemukan sesuatu yang bisa gue
makan.

Gue pun mencari nyokap untuk meminta klarifikasi tentang
kemana perginya masakan yang tadi dia masak.

"Maaaah.. maaaah..."
"Apaaaa?" nyokap gue menyaut. Suaranya berasal dari dalam
kamarnya.
"Makanan yang tadi mamah masak, kemana?"
"Oh itu? Gagal. Rasanya aneh. Daripada nggak ada yang
makan, mamah kasih kucing aja"
"Astaghfirullah.."

"Oh iya tadi alif ke sini" kata nyokap gue, mencoba
membahas topik lain sebagai pengalihan isu atas kegagalannya
memberi makan anaknya.

"Dia nyari kamu. Tapi kamunya nggak bisa dibangunin"

"Terus?"

"Ya dia pulang. Dia nunggu kamu di rumah neneknya".

Alif adalah cowok gue. Kami udah jalan 1 tahun lebih, Akhir-akhir
ini, hubungan kami agak renggang. Jarang ketemu karena kita LDR :') maka dari itu dia nyusul gue kesini buat ketemu.

Sore itu, gue dateng ke rumah nene alif, Sekalian minta makan.

"Hai"

"Eh, kamu. Kangen ya sama aku?"

"Iya.nenek km masak?"

"....."

Sambil melahap dengan cepat makanan dari alif, kami
ngobrol. Awalnya semua berjalan baik-baik saja. Sampai
akhirnya alif berkata.. "Kayaknya kita udah nggak cocok".
Ucapan alif ini sempat membuat nasi yang ada didalam mulut gue rasanya susah buat ditelan,ibarat telan batu kerikil.Saking kagetnya.

"Maksud kamu?"

"Percuma. Yang berusaha mempertahankan hubungan ini cuma
satu pihak. Cuma aku. Bukan kita"

"Tapi.."

"Aku harus memilih jalan yang terbaik. Maaf, kita putus"

"Hmm.."

"Kok hmm?"

"Sebenernya yang membuat kita seperti ini ya kita berdua.
Aku sibuk. Kamu sibuk. Kita jarang ketemu. Jalan yang terbaik
harusnya bertemu. Bukan berpisah.

Alif terdiam. Gue pergi meninggalkan dia dan meninggalkan
makanan yang belum sempat gue habiskan.

Gue memang sengaja nggak meminta dia untuk tetap
mempertahankan hubungan kami. Karena dari kalimat yang dia
ucapkan, bisa diambil kesimpulan kalau sebenarnya, nggak ada
lagi tempat buat gue di hatinya.

Sore berganti malam. Biru dan jingga mulai habis ditelan
gelap. Pelan-pelan.

Pukul 7 malam. Entah kenapa, malam itu, suasana kamar gue
terasa lebih sunyi dari malam-malam sebelumnya. Membuat
seluruh sel-sel dalam otak gue serempak meneriakan nama
Alif. Di satu sisi, gue benci dengan dia. Di sisi yang lain, ada
harapan dalam hati gue, semoga malam ini dia nelpon gue. Dan
meminta gue untuk memulai semua dari awal.

Waktu hampir menujukan pukul 10 malam. Harapan gue
terancam pupus. Alif nggak nelpon. Hp gue sepi. Gue
menghembuskan napas panjang. Mencoba menenangkan diri,
sambil berkata dalam hati "yaudah lah.."
Setelah beberapa menit melamun, hp gue bunyi. Nada dering
telpon masuk. Gue dengan cepat menyergap hp gue yang
tergeletak di kasur. Dengan penuh harapan bahwa itu telpon
dari alif.

"Hallo?"

"Ya hallo. Sondang mana Sondang?"

"Innalilahi wainailaihirojiun.."

"Hah?"

THE END.
Itu ceritaa gue dihari minggu,tragis :'(

Kamis, 27 Februari 2014

DENGARKAN AKU DULU

Dengarkan Aku Dulu
Kupahami keinginan pergimu adalah atas apa yang tak
kau temukan dalam diriku. Jauhnya aku dari apa yang
disebut sempurna, lantas membuatmu ingin meneruskan
kembali pencarian selanjutnya. Tentu saja, masih
banyak yang jauh lebih baik dariku di luar sana,
sehingga akan dengan mudah kau temukan apa yang
dalam diriku tak ada.
Sebelum dariku kau benar-benar berlalu, dengarkan
aku dulu;
Kau perlu tahu; banyak di luar sana yang juga
menginginkanku. Tak sedikit di antaranya yang jauh
lebih baik darimu. Namun, aku menutup mataku, dan
lebih memilih bertahan denganmu. Sebab aku
mencintaimu dengan berkeyakinan; tak satu pun
manusia terlahir dengan sempurna. Maka mencintai
seseorang yang sederhana, dengan cara yang
sempurna, adalah level tertinggi dari sempurna.

SURATAN TAKDIR

Suratan Takdir
Kadang, aku bertanya-tanya; apakah aku yang begitu
lambat mengejarmu, atau kau yang terlalu cepat
berlari menjauhiku?
Bukan kali ini saja cintaku tak menuai balas, sampai-
sampai kukira bagimu aku memang tak pantas.
Aku ini pecandu harapan, bahkan pengemis perhatian.
Namun aku tak mampu berbuat lebih, karena hadirku
bagimu hanya sebatas pelarian.
Hadirku baru kau anggap ada;
Saat oleh yang lain kau diabaikan,
Saat tak ada satupun yang padamu mempedulikan,
Saat yang kau sebut teman tak mampu meringankan apa
yang kau tanggung sebagai beban,
Saat yang padamu menjanjikan untuk selalu ada,
namun yang kau temui adalah aku sebagai yang pertama
kali ada.
Aku memang paling agresif dalam hal mencintai,
terlebih itu terhadap seseorang yang ingin sekali
kumiliki.
Namun harapanku untuk memilikimu tak berjalan
selaras dengan kenyataan. Atau memang Tuhan belum
memberi izin untuk menjadikan itu kenyataan.
Semoga nanti ada waktu yang Tuhan persiapkan, untuk
kau dan aku dipersatukan. Di mana yang dirasa adalah
kebahagiaan. Tentu juga akan ada kesedihan, namun
tak berarti diakhiri dengan perpisahan.
Sekarang, pergi ke mana kau mau, dengan siapa yang
kau pilih selain aku.
Kejar tujuanmu, biar dari sini doaku menjagamu.
Demi segala air mata yang jatuh saat menulis ini,
semoga kelak terganti dengan tawa tanpa henti.
Nanti, ketika padaku kau kembali sebagai apa yang
dapat kumiliki.

Hello Good Bye II

“INI, Mas, kembaliannya,” ucap seorang penjaga kasir
di sebuah toko buku.

“Hmmmmm,” gerutu seorang pengunjung, sembari
menyodorkan telapak tangan kanannya. Sementara
tangan kirinya, memegang sebuah buku; di mana empat
jari berada di punggung buku, dan jari jempolnya berada
di tengah-tengah buku sebagai sekat agar halamannya
tetap terbuka. Keningnya sesekali mengerut, kedua
matanya menyipit, dengan bola mata bergerak dari kiri
ke kanan secara terus-terusan. Seorang pria itu begitu
khusyuk membaca buku yang tengah terbuka di hadapan
wajahnya.

PLAAAKKK!

Tiba-tiba, seorang perempuan menghentakkan sebuah
buku di atas meja kasir, sehingga membuat kaget pria
yang tengah khusyuk membaca itu.

“Kembalikan buku itu!” ucap si perempuan.

“Eh? Buku apa?” balas sang pria, seraya
menyembunyikan buku yang dimaksud oleh perempuan
itu, di balik badannya.

“Itu, buku yang tadi kamu pegang! Cepat kembalikan!”
“Tidak mau!”
“Berengsek kamu, ya!” ketus sang perempuan, lalu
dengan gegas menginjak kaki kiri pria itu, dengan
sangat kuat.

“Aduuuhhh!!!!!!” pekik sang pria, lantas spontan
mengangkat kaki kirinya, dan memeganginya dengan
kedua tangan. Buku yang tadi disembunyikannya pun
jatuh. Langsung saja dengan cepat sang perempuan itu
memungutnya.

“Rasakan!” tambah sang perempuan, dengan ketus.
Perempuan itu pun bergegas mengambil buku yang ia
hentakkan di atas meja kasir tadi, lalu pergi
meninggalkan toko buku.

“Lucu, ya, waktu itu,” ucap Zenna.

“Hihihi, iya. Betapa sebuah kebetulan yang lucu,” balas
Rega.

“…tapi, Ga, kamu tahu, tidak? Dari pertemuan kita
beberapa waktu yang lalu itu, mungkin, kamu dan aku
menganggapnya sebagai sebuah kebetulan, di sisi lain,
kebetulan itu adalah apa yang telah direncanakan
Tuhan,” jelas Zenna, lalu tersenyum.

“Iya, aku pun memahaminya. Hidup itu, bisa diibaratkan
sebuah film. Kita aktornya, sementara Tuhan,
adalah script writer -nya. Bukan begitu?” tambah Rega.

Zenna membalas pernyataan Rega barusan hanya dengan
sebuah anggukkan dan senyuman.

“Eh, Zen, kita pulang, yuk! Langit sudah mulai gelap.
Besok kita kemari lagi,”
“Iya, ayuk! “
Rega dan Zenna pun pergi meninggalkan dermaga yang
mereka jadikan tempat menghabiskan waktu bersama,
kala langit sore sedang merah-merahnya.

• • •

Kurang lebih, sudah satu tahun lamanya kamu pergi.
Tidak terasa, ya.
Belakangan ini, aku sedang dekat dengan seseorang.
Rega, namanya. Kami dipertemukan beberapa waktu
yang lalu di sebuah toko buku. Kejadiannya cukup lucu.
Kala itu, Ketika aku sedang di meja kasir untuk
membayar buku yang kubeli, aku sempat meletakkan
buku diary ini di atas meja. Lalu setelah membayar buku
yang kubeli, aku lupa memasukkan kembali buku diary ini
ke dalam tas, dan pergi begitu saja meninggalkannya di
atas meja kasir. Rupanya, Rega yang menemukan buku
diary ini. Meski, waktu itu, ia sempat membacanya. Dan
juga, aku mengambilnya kembali dengan sedikit
paksaan. Aku memang ceroboh. Tapi, ya, mau bagaimana
lagi. Sepertinya, sudah menjadi sebuah kebiasaan
bagiku membawa buku diary ini ke mana pun aku pergi.
Hmm, Vin,
Semenjak kehadiran Rega, aku tidak lagi merasa sepi.
Ia selalu menemani hari-hariku. Iya, seperti yang kamu
lakukan dulu.
Entah akan lebih baik di setersunya, atau malah
sebaliknya. Aku pun tak tahu. Biarlah sang waktu yang
akan menjawab.
Sudah dulu, ya. Aku mengantuk. Aku mau tidur. Daaa..
Tertanda,
Yang merindukanmu
Zenna Adinda Kurniasari

Samarinda.
2 januari.

Hoooaaammm..
Uapan Zenna tampak seolah-olah ia sangat lelah. Ia pun
bergegas tidur, setelah tadi, seperti biasa setiap
sebelum ia tidur; ia menulis di diary pemberian Kevin
satu tahun lalu.

• • •

C’KREK!
“Lihat, deh, burungnya lucu, ya,” ucap Rega, sembari
memperlihatkan foto seekor burung yang baru saja
dipotretnya.
“Iya,” balas Zenna, dengan singkat.
“Eh, Ga, kenapa kamu suka memotret?” tanya Zenna.
“Hmm, kenapa, ya? Barangkali, sederhananya, seperti
ini..,” ucap Rega, menggantung, lalu membaguskan
posisi duduknya.
“Kita tidak bisa mengulang waktu, bukan? Dengan
memotret, aku bisa dengan sesuka hati membekukan
waktu, mengabadikan sesuatu, dan nantinya, bisa aku
lihat dalam bentuk matinya. Karena yang dilihat mampu
hilang, sementara yang dicatat mampu dikenang. Aku
mencatat sesuatu menggunakan ini..,” jelas Rega,
seraya mengangkat sebuah kamera DLSR yang talinya
melingkar di lengan kanannya.
“Wah, iya, ya,” ucap Zenna, sambil mengangguk.
“Nah, terus, yang kamu gambar itu, apa?” tanya Rega,
dengan kepala yang menjinjit, melihat sesuatu yang
digambar Zenna di buku diarynya.
“Oh, ini.. Aku menyebutnya Sempiternal,” jawab Zenna,
sembari menyodorkan Rega subuah gambar lingkaran
besar, dan di dalamnya dipenuhi dengan lingkaran-
lingkaran kecil.
“Sempiternal? Apa itu?” Rega kembali bertanya.
“Sempiternal itu, sesuatu yang tidak berujung,” jawab
Zenna.
“Sesuatu yang tidak berujung? Contohnya?”
“Entahlah. Aku pun tidak tahu pasti.”
“Hmm..,” Rega menggumam, sambil menggaruk
kepalanya.
“Perkara apa pun itu, sejatinya tidak memiliki ujung.
Contohnya saja, kebahagiaan. Lingkaran yang besar itu
adalah apa yang dinamakan kebahagiaan, sementara
lingkaran-lingkaran kecil di dalamnya adalah berbagai
macam kebahagiaan yang entah bagaimana itu
bentuknya. Suatu kebahagiaan itu tidak benar-benar
berhenti. Hanya beranjak dari kebahagiaan satu, ke
kebahagiaan lainnya. Semua itu hanya perkara waktu.
Lagipula, hidup itu tentang kejadian yang acak,
bukan?” jelas Zenna, dengan panjang lebar, lalu
tersenyum.
“Iya, kamu benar, Zen. Hidup adalah tentang kejadian
yang acak. Kita hanya tahu kalau kita menemukan
sebuah kebahagiaan, tanpa tahu di mana Tuhan
meletakkan kebahagiaan itu. Bisa saja, Tuhan
menyelipkan kebahagiaan itu di antara dua kesedihan.
Dan, berlaku juga untuk sebaliknya. Begitulah.. Semua
hanya perkara waktu. Tapi, kalau aku pikir-pikir, hidup
ini tidak ada habisnya kalau dipikir,” ucap Rega, sambil
mengusap-usap dagunya dengan tangan kirinya.
“Kenapa dipikir-pikir, mending sekarang kita makan
saja, yuk! Aku lapar,” ajak Zenna.
“Eh? Boleh, boleh..,” balas Rega.
Lalu, mereka berdua pun pergi meninggalkan dermaga.

• • •

DI sebuah tempat makan yang baru dibuka beberapa
minggu yang lalu, terlihat Rega dan Zenna telah selesai
menyantap hidangannya.
“Makanannya enak juga, ya. Pantas saja
pengunjungnya ramai begini. Padahal, tempat makan ini
baru saja dibuka beberapa minggu yang lalu,” ucap
Rega. Zenna tak menanggapi perkataan Rega barusan.
Ia hanya diam. Seperti ada yang salah dengan Zenna.
“Kamu kenapa, Zen? Kok, tidak terlihat seperti
biasanya?” tanya Rega, menyadari ada yang salah
dengan Zenna.
“Menurutmu, kehilangan itu apa, Ga?” Zenna berbalik
bertanya.
“Eh, kenapa bertanya seperti itu?”
“Jawab saja,”
“Hmm, kehilangan itu, bisa sesederhan merasa sepi di
tengah keramaian,” jawab Rega.
“Oh, begitu.”
“Memangnya, kenapa?”
“Jawabanmu tadi adalah jawaban atas pertanyaan
pertamamu,” bilang Zenna. Rega membalasnya hanya
dengan sebuah helaan nafas panjang.
“Sudahlah, Zen.. Kan, sekarang sudah ada aku,” ucap
Rega, dengan tersenyum. Rega mencoba menghibur
Zenna, seraya mencairkan suasana.
“Hmm, Ga, apa kamu pernah merasakan kehilangan?”
kembali Zenna bertanya.
“Pernah, kok,”
“Kehilangan seperti apa itu?”
“Aku kehilangan seseorang yang sangat aku cintai, di
saat aku sedang sangat cinta-cintanya,” jawab Rega.
“Namanya Aurel. Kami sudah berpacaran selama tiga
tahun. Entah kenapa dan oleh sebab apa, waktu itu, ia
memutuskan untuk mengakhiri hubungan yang sudah
susah payah kami bangun. Ia mengambil keputusan
secara sepihak, dengan seenaknya saja,” tambah Rega.
Zenna membalasnya hanya dengan sebuah anggukan
kecil, seraya menggembungkan kedua pipinya.
“Eh, eh, eh! Kenapa kita jadi membahas ini, sih?” ketus
Rega.
“Cari topik yang lain saja, ah,” tambahnya.
“Efek makanan yang enak, kali,” jawab Zenna, lalu
tertawa.
“Eh, ini jam berapa? Temani aku ke rumah sakit, yuk!
Aku mau menebus obat Sonia, teman satu kontrakanku,”
ajak Zenna.
“Ng? Boleh, boleh..,” tutup Rega.

• • •

REGA terlihat berdiri di depan mobilnya. Ia hanya
menunggu di area parkir rumah sakit, tidak ikut masuk
bersama Zenna. Tak berapa lama menunggu, Zenna pun
keluar, menenteng obat yang terbungkus dengan
sangkek putih.
“Sudah, nih. Yuk, kita pulang!” bilang Zenna.
“Yuk!” balas Rega. Tiba-tiba, ketika Rega melangkah
mendekati pintu mobil, ia menabrak seorang perempuan.
Beberapa obat-obatan pun terjatuh di antara mereka
berdua. Rega menunduk, bermaksud memungut obat-
obatan tersebut. Dan ketika ia berdiri kembali, ia
sangat kaget melihat sosok seorang perempuan yang
sedang berdiri di hadapannya. Kedua mata Rega
melotot, menodong mata perempuan itu. Bibirnya
bergerak, namun tidak berbicara. Entah apa yang
membuat kata-kata menjadi tertahan di mulutnya. Di
sisi lain, raut wajah sang perempuan terlihat cemas.
Tak berapa lama kemudian, sang perempuan itu
bergegas pergi meninggalkan Rega.
“Ada apa, Ga?” tanya Zenna, setelah Rega masuk ke
dalam mobil.
“Hmm, tidak ada apa-apa, kok,” ucap Rega, seraya
meletakkan obat-obatan yang ia pungut tadi di bagian
depan dekat kaca mobil. Melihat obat-obatan yang baru
saja diletakkan Rega itu, mendadak, raut wajah Zenna
berubah. Yang tadinya biasa-biasa saja, kini berubah
menjadi bingung keheranan.
“Obat apa itu, Ga?” tanya Zenna, mencoba mencari tahu
jawaban dari rasa penasarannya.
“Oh, ini.. Tadi obat ini terjatuh setelah aku menabrak
seseorang. Paling, ya, cuma vitamin biasa,” jawab
Rega, lalu menjalankan mobilnya.
“Bukan.. Obat itu pasti bukan sekadar vitamin biasa,”
gumam Zenna dalam hati, seraya menyipitkan matanya
menatap obat-obatan itu.
“Pasti ada yang sedang Rega sembunyikan dariku,”
kembali Zenna bergumam dalam hati. Kali ini, mata
tajamnya menyorot ke arah Rega.

• • •

“AKU pulang, ya,” ucap Rega pada Zenna yang berdiri di
depan pintu rumah kontrakannya, dari dalam mobil.
“Iya, hati-hati, ya. Thanks buat hari ini,” balas Zenna,
lalu tersenyum. Rega pun membalas juga dengan sebuah
senyuman. Setelah berpamitan, lalu Rega bergegas
pulang.
Rega tak benar-benar langsung pulang, melainkan
menuju ke rumah seseorang.
Sesampainya Rega di sana, terlihat seorang perempuang
kebingungan mencari sesuatu di dalam mobilnya.
Sesekali ia rogoh isi tasnya.
“Kamu mencari ini, kan, Aurel?” ucap Rega. Seorang
perempuan bernama Aurel yang tak lain adalah mantan
pacar Rega itu pun kaget, melihat Rega telah berdiri di
depan mobilnya, sambil mengangkat sesuatu dengan
tangan kanannya. Sesuatu itu adalah obat-obatan, yang
sedari tadi dicari oleh Aurel. Dengan gegas, Aurel keluar
dari mobil.
“Kenapa obat itu bisa ada di kamu?” tanya Aurel.
“Kamu menjatuhkannya sewaktu kita bertabrakan
tadi,” jawab Rega.
“Kembalikan obat itu!”
“Aku tidak akan mengembalikan obat ini, sebelum kamu
menjawab pertanyaanku!”
“Tanyakan saja pertanyaanmu itu!”
“Kenapa kamu pergi?” tanya Rega, dengan sedikit
menarik urat lehernya.
“Kenapa kamu diam, Aurel? Jawab pertanyaanku!”
bentak Rega, setelah pertanyaan pertamanya tadi
hanya dijawab dengan diam oleh Aurel.
“Jawab perta……”
“Kamu tidak mengerti, Rega! Kamu tidak mengerti!”
timpa Aurel, dengan nada sedikit keras.
“Apa maksud kamu?” kembali Rega bertanya.
“Obat yang kamu pegang itu adalah jawabanya,” jawab
Aurel. Rega pun menatap tajam ke arah obat-obatan
yang masih terbungkus rapi di genggamannya itu. Satu
per satu tanda tanya mulai muncul di dalam kepala Rega.
“Aku tidak mengerti maksudmu,” ucap Rega. Tiba-tiba,
Aurel menjambak rambutnya sendiri.
“Kamu lihat ini, Rega! Lihat ini!” ketus Aurel. Spontan,
tanda tanya yang ada di dalam kepala Rega tadi menjadi
berantakan tak karuan. Keningnya mengerut, mulutnya
menganga, dadanya kembang-kempis, sekujur tubuhnya
bergetar. Keringat dingin pun membasahi kening dan
kuduknya. Ekspresi wajah Rega seakan-akan tak
percaya setelah melihat Aurel menarik rambutnya
sendiri, yang tak lain adalah wig (rambut palsu).
“Ka..kkk..ka..kam..mu……,” ucap Rega, dengan nada
bergetar.
“Bagaimana kamu mau mencintai seorang perempuan
yang tidak memiliki rambut lagi?! Bagaimana kamu mau
mencintai seorang perempuan yang hidupnya sudah tidak
lama lagi?! …yang sudah tahu kapan ia akan mati?!
Hah?!” bentak Aurel. Mata Aurel terlihat berkaca-kaca.
“Aku memang tidak pernah ingin menyakitimu, tapi
keadaan memaksanya!” Aurel menambahkan, dengan pipi
yang telah terbasahi oleh air mata.
“Aku meninggalkanmu, bukanlah seutuhnya keinginanku!
Aku hanya tak ingin membebani seseorang yang sangat
aku sayang!” jelas Aurel, dengan mata yang
mengeluarkan air lebih banyak lagi.
Karena kenyataan yang menampar Rega begitu sakit,
semua yang dibendung Rega di kelopak matanya sedari
tadi pun tumpah. Sekujur tubuh yang bergetar membuat
kedua kaki Rega tak mampu lagi menopang tegaknya.
BRUUUK!!!
Rega roboh.
“…Aurel……,” gerutu Rega, dengan nada bergetar, dan
air mata yang berlomba-lomba untuk jatuh. Tak jauh
dari situ, Aurel terlihat menangis dengan mendekap
kedua tekukan kakinya.

• • •

SEMENJAK kejadian malam itu, kedekatan Rega dengan
Zenna jadi mengendur. Wajar saja, Rega lebih banyak
menghabiskan waktunya menemani Aurel. Di sisi lain,
Zenna menyadari perubahan Rega. Dan, kesedihan yang
tadinya Zenna pikir telah seutuhnya hilang, kini kembali
datang.
Kian waktu berjalan, sesuatu yang ditutup-tutupi
dengan segala cara, pada waktunya, akan terbongkar
juga dengan segala cara.
Zenna pun mengetahui jika Rega sedang dekat dengan
seorang perempuan. Zenna tidak tahu bahwa perempuan
itu adalah Aurel. Yang Zenna tahu, Rega sedang dekat
dengan perempuan lain. Tak lain halnya dengan Zenna.
Aurel juga tahu bahwa Rega telah lama dekat dengan
Zenna.

• • •

“GA, kamu di mana? Bisa kita bertemu sekarang? Di
tempat biasa?” tanya Zenna, melalui telepon.
“Bisa, bisa!” jawab Rega.
“Ya sudah. Cepat, ya. Aku tunggu,” tutup Zenna.
Tak berapa lama kemudian, Rega pun datang menemui
Zenna.
“Hei! Sudah lama menuggu?” sapa Rega.
“Eh? Tidak, kok,” balas Zenna.
“Kamu habis dari mana?” tanya Zenna.
“Dari rumah sakit.”
“Ada apa?”
“Ah, tidak ada apa-apa, kok.”
“Lantas, yang kamu bawa itu, apa?” tanya Zenna,
penasaran melihat sangkek putih berisi obat-obatan
yang dibawa Rega.
“Oh, ini.. Ini cuma vitamin biasa,” jawab Rega.
Mendengar jawaban Rega barusan, ekspresi wajah
Zenna mendadak berubah.
“…ng, Ga.. Kalau semisalkan aku terkena penyakit
kanker, apa yang akan kamu lakukan?” tanya Zenna,
dengan tiba-tiba.
“Eh? Kenapa bertanya seperti itu?” Rega berbalik
bertanya.
“Jawab saja.”
“Kalau kamu terkena penyakit kanker, aku akan
berusaha semaksimal mungkin untuk selalu ada di
dekatmu. Menjaga kamu, menghibur kamu, mengusir
sepi dan sedih yang mendatangimu. Membuatmu
tertawa, bahagia, dan menganggap bahwa kanker
adalah hal yang biasa-biasa saja,” jawab Rega, lalu
tersenyum pada Zenna.
“Oh, begitu..,” balas Zenna. Mendengar perkataan
Rega barusan, Zenna seperti menemui titik putih dari
sesuatu yang abu-abu di pikirannya. Sekarang Zenna
mengerti, kenapa Rega sulit meluangkan waktu
untuknya akhir-akhir ini.
“Kamu harus memilih, Ga,” ucap Zenna, dengan tiba-
tiba.
“Apa maksud kamu?” tanya Rega, keheranan.
“Sudah, jangan kamu tutup-tutupi lagi. Aku sudah tahu
semuanya,” tambah Zenna.
“Siapa yang sakit?” tanya Zenna.
“Maksud kamu apa, sih, Zen?” Rega menodong Zenna
dengan wajah yang dibingung-bingungkan, demi
menutupi apa yang sebenarnya terjadi.
“Obat itu.. Obat itu bukan vitamin, kan? Itu obat
kanker, kan? Itu obat yang sama seperti obat yang
selalu diminum Kevin,” jelas Zenna. Tiba-tiba..
Drrrttt.. drrrttt.. drrrttt..
Ponsel Rega bergetar. Sebuah telpon masuk menunda
perbincangan serius Rega dan Zenna.
“Iya, halo?” sapa Rega, pada seseorang di ujung
telepon.
“Hah?! Apa?! B..bbb..baiklah!” ucap Rega, dengan raut
wajah cemas.
“Dari pihak rumah sakit, kan?” tanya Zenna, dengan
spontan.
“Aurel.. Aurel yang sakit,” balas Rega.
“Ia menjauhiku karena ia tak mau membebaniku karena
penyakit kankernya,” jelas Rega.
“…dan sekarang kondisinya sedang keritis,” tambah
Rega.
“Pergilah..,” ucap Zenna.
“T..tt..ta…..”
“Rivaldy Rega Syahputra.. Kamu tidak bisa mencintai
dua hati di waktu yang bersamaan. Karena tidak ada
satu pun manusia yang adil dalam hal membagi. Kamu
harus memilih..,” tambah Zenna. Tiba-tiba, mata Zenna
berkaca-kaca.

“Aku tidak mau memilih, Zenna!” ketus Rega.

“Terkadang hidup memang begitu, Rega. Terkadang,
kita dipaksa memilih pilihan yang sama sekali tidak
pernah kita pikirkan, ataupun kita inginkan,” ucap
Zenna, dengan air mata yang mulai menetesi pipinya.

“…bukannya, hidup itu tentang kejadian yang acak?”
tambah Zenna, mencoba meyakinkan Rega. Lalu, Zenna
perlahan mendekati Rega. Ia tempelkan kedua telapak
tangannya pada pipi Rega. Mengangkat kepala Rega
yang menunduk. Sejenak Zenna tersenyum, lalu
memejamkan mata, dan mengecup bibir Rega.

“Pergilah.. Waktu tak akan menunggu mereka yang
menunggu,” ucap Zenna, lalu berdiri, seraya tersenyum
dengan air yang masih menetes dari matanya. Tak lama
kemudian, Rega pun ikut berdiri, lantas berucap pada
Zenna;

“Kamu tahu, apa sesuatu yang Sempiternal itu? …
sesuatu yang tidak memiliki ujung? Itu adalah waktu.
Semua hanya perkara waktu. Kian waktu berlalu, kita
akan beranjak dari kejadian satu, ke kejadian lainnya.
Dari sekian acak kejadian yang dihadirkan oleh waktu,
kita bisa belajar banyak hal. Mulai dari akan ada tawa
setelah air mata, akan berdiri kembali setelah jatuh,
sakit demi sakit akan menuai sembuh, yang rapuh akan
dikembalikan utuh, pun yang patah akan kembali tumbuh.
Semua hanya perkara waktu.., ” jelas Rega, dengan
panjang lebar. Lalu perlahan, Rega pergi meninggalkan
Zenna. Sementara Zenna, masih berdiri di tempatnya
tadi.

“Kita beranjak dari kehilangan satu, ke kehilangan
lainnya. Begitu juga dari pertemuan satu, ke pertemuan
lainnya. Barangkali, yang dimaksud acak, adalah;
pertemuan yang terselip di antara kehilangan satu ke
kehilangan lainnya, atau kehilangan yang terselip di
antara pertemuan satu ke pertemuan lainnya. Because
Hello, is another Goodbye. And a Goodbye, will bring us to
another Hello,” gumam Zenna, dalam hati. Air dari mata
Zenna tak berjeda untuk jatuh, mengiringi langkah
kepergian Rega yang semakin menjauh. Sosok seseorang
yang tadinya dihadirkan oleh waktu, perlahan
disamarkan, lalu dihilangkan juga oleh waktu.

“Ya, semua hanya perkara waktu,” sekali lagi, Zenna
bergumam dalam hati. Kali ini, Rega benar-benar sudah
tidak tampak lagi.

-End:)

APAKAH KAMU MASIH YANG DULU AKU KENAL?

Aku menatap wanita yang kucintai itu dengan tatapan
bersalah. Sebenarnya aku juga tidak tahu siapa yang salah,
aku yang salah atau dia yang salah. Rasanya memang tak ada
yang membuat kesalahan, tapi aku merasa ada sesuatu yang
salah di antara kita. Dia wanita yang sungguh berbeda. Wanita
yang tidak lagi kukenal. Aku kehilangan cara untuk
menghadapi segala macam tindakannya.
“Aku enggak mau makan di situ, mahal.”
“Aku yang bayarin!” ucap kekasihku sambil menarik
dompetnya dari tas, “Kita makan di sana aja ya, enak kok,
banyak gizinya, supaya kamu gendutan dikit. Kalau kurus kan
enggak enak dipeluk.”
“Kamu yang bayarin?”
“ Well , kenapa?”
“Emangnya kita enggak bisa makan dipinggiran jalan
aja? Yang lebih enak, lebih murah juga.”
“Enggak ah, makan di sana berdebu, banyak asap
kendaraan bermotor. Aku mau makan di restoran aja.”
“Aku enggak mau.”
“Kenapa? Emangnya salah kalau aku memberikan yang
terbaik untuk pacarku sendiri? Kalau makan di pinggir jalan
nanti kamu sakit. Kamu kan enggak tahu bahan campuran dari
makanan itu bersih atau enggak.”
“Restoran itu mahal, Sayang. Aku enggak bisa
bayarin kamu makan di sana!”
Wanitaku terdiam sesaat, ia hanya menatapku dengan
tatapan bersalah, “Memangnya salah kalau aku bayarin
kamu?”
“Enggak ada yang salah, cuma terlalu sering. Aku kan
cowok, kewajibanku adalah membayar kebutuhanmu.”
“Siapa yang bikin peraturan kayak gitu? Gender
banget. Cewek enggak boleh bayarin cowok?”
“Itu bukan peraturan, Sayang. Itu seperti kodrat,
sebuah keharusan.”
“Kita cuma mau makan, bukan mau ngurusin
kewajiban dan hak. Ribet banget sih kamu!”
“Kamu itu pacar aku, harusnya kamu mau aku atur.”
“Oh, gitu, mentang-mentang aku cewek, lantas kamu
berhak mengatur aku?”
“Bukan, maksud aku, kapan kamu memberi aku
kesempatan menjadi laki-laki seutuhnya? Yang bisa melindungi
kamu dan memenuhi kebutuhanmu?”
“Aku bukan wanita manja yang butuh lelaki sebagai
penutup kelemahan. Aku bisa menutupi kelemahanku sendiri.”
“Itulah, Sayang, yang seringkali aku benci dari sikap
kamu. Sombong.”
“Aku yang bayarin kamu segalanya! Karena apa?
Karena aku tahu, kamu enggak mampu melayani yang aku mau.
Ini bukan soal hak dan kewajiban, Sayang. Ini soal keinginan
untuk berbagi.”
“Egois!”
“Terserahlah. Aku capek berdebat berulang-ulang
kayak gini.”
“Mau kamu apa?”
“Aku mau pulang, aku balik sama supirku aja. Aku
males naik motor sama kamu. Panas! Bau! Pusing! Repot kalau
banyak wartawan tahu kalau aku naik motor sama kamu!”
Aku menghela napas, “Pulanglah, aku cuma enggak
mau bikin kamu kehujanan dan kepanasan gara-gara naik
motor sama aku.”
Ia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, raut
wajahnya seakan tak memercayai bahwa pernyataan sekejam
itu bisa terlontar dari bibirku. Kekasihku melengos pergi, aku
tak mampu lagi menahannya untuk tetap tinggal. Ia terlalu
mandiri, terlalu kuat, dan terlalu mudah meninggikan dirinya.
Aku yang kecil hanya bisa menerima, menetap dia dari jauh,
tapi tetap mencintainya.
Ketika punggungnya terlihat menghilang, aku berpikir
dengan gelisah. Apakah wanita mandiri tak lagi membutuhkan
sosok pria di sampingnya?

****

Langit-langit rumahnya masih sama. Putih. Bersih.
Kosong. Ia punya pembantu untuk mengantarkan minum
untukku, tapi ia selalu berpendapat bahwa aku harus dilayani
oleh kekasihku sendiri—dia.
“Kamu naik motor?” percakapan awal yang tak begitu
kuharapkan, pertanyaan seperti ini harusnya tak ditanyakan
lagi.
“Iya, kenapa?”
“Di luar kan panas, kenapa enggak minta jemput sama
supirku aja?”
“Aku cuma ke rumahmu, bukan ke kawah Gunung
Merapi.”
“Jayus ah!” senyum kecil tergambar di sudut bibirnya,
senyum yang akhirnya bisa kunikmati dengan bebas.
“Akhirnya kita bisa ngobrol sedekat ini.” aku
menggeser posisi dudukku lebih dekat dengannya, ia mengerti
keinginanku; ia segera bersandar di dadaku.
“Maaf untuk kejadian kemarin, mungkin aku terlalu
lelah dan enggak bisa memahami keinginan kamu.” wanitaku
berbicara dengan nada menyesal, aku bisa rasakan
penyesalannya.
“Aku yang salah, harusnya aku sadar dan paham, kamu
enggak bisa makan sembarangan.”
“Bukannya aku gak bisa makan sembarangan, aku
lebih memikirkan pola makanmu.”
“Iya, makasih.” tuturku tegas sambil mengenggam
jemarinya, “Aku juga paham, kamu bukan wanita yang seperti
dulu. Yang sederhana, yang mudah kuajak ke mana-mana.
Kamu sibuk dengan pekerjaanmu.”
“Ini mimpi aku, salah kalau aku mengejarnya? Salah
kalau aku akhirnya berhasil dan bisa menghasilkan banyak
materi?”
“Bukan itu yang salah, kamu berbeda. Berbeda!”
Ia menghela napas, meremas-remas tempurung
kepalanya, “Aku enggak mau berdebat. Aku sudah cukup lelah
dengan pekerjaanku, dengan jadwal syuting di banyak tempat.
Kita cuma punya waktu sedikit untuk bersama, jangan rusak
segalanya dengan egomu.”
“Aku membicarakan kenyataan, kamu berubah. Kamu
udah enggak mau kuajak makan dipinggir jalan, udah enggak
mau aku bayarin. Sekarang, kamu yang mengatur segalanya.”
Dia kembali menegakkan posisinya, tak lagi bersandar
di dadaku. “Aku enggak berubah, kamu yang belum terbiasa
dengan aku yang sekarang.”
“Kalau kamu ingin aku jujur, aku lebih menginginkan
kamu yang dulu.”
“Segalanya udah berbeda, Sayang. Jarum jam tidak
mungkin bisa diputar ke kiri.”
“Apa kita enggak bisa kayak dulu lagi? Jalan-jalan
bareng ke tempat yang ramai tapi tetap bisa ngobrol bareng
kamu.”
Kekasihku menggeleng mantap, “Banyak mata
mengawasi aku.”
“Aku belum siap dengan ketenaran kamu.”
“Aku juga belum siap, tapi kalau aku beranggapan
belum siap maka aku tak akan pernah siap.”
“Apa dalam ketenaranmu, kamu masih membutuhkan
aku?”
“Aku masih sangat butuh sapaan selamat pagi darimu,
juga ucapan selamat tidur dari kamu. Aku masih wanitamu
yang dulu.”
Senyumku mengembang, aku menarik dia dalam
pelukku. Rapat sekali.
Mungkin kekasihku benar, aku hanya belum siap pada
perubahannya yang sekarang. Soal perasaan, wanita tak
pernah salah.
Semandiri apapun wanita, ia tetap membutuhkan sosok
pria tangguh di sampingnya.

END!

Selasa, 25 Februari 2014

Aku memperjuangkan yang tidak memperjuangkanku (part1)

"Sayang, selamat pagi. Have a nice day yah :)"
Kurang lebih seperi itu isi pesan singkat yang setiap pagi tak
pernah absen aku kirimkan. Yang selalu kau bilang sapaan
selamat pagi dengan doa sederhana namun tulus dan juga
sedikit senyum dalam pesan singkat dari ku di setiap pagi itu
lah yang mampu membuatmu tersenyum dan semangat
menjalani hari ini. Kata-kata itu selalu ku ingat sayang,
bahkan sampai saat ini, saat kalimat itu mungkin sudah tidak
lagi berarti apa-apa bagimu, yang belakangan ini membuatku
takut, takut untuk melihat handphone dan menerima pesan
singkat darimu.
Aku memang bodoh dan lemah. Aku hanya bisa mengungkapkan
perasaan ini melalui tulisan dan juga gambar-gambar yang aku
buat. Aku tidak sekuat dirimu dalam menunjukkan perasaan
yang sedang kamu rasa. Ya kamu memang hebat. Kamu, lelaki
gentelman yang benar-benar membuatku gila.. Gila karena
terlalu menyayangi dan mencintaimu namun tak mampu
menunjukkannya seperti dirimu, seperti yang kamu mau.
Tapi yang harus kamu ketahui adalah kamulah sumber tulisan
ini, tulisan yang kamu bilang tulisan galau, dan julukan yang
melekat padaku, si tukang galau itu adalah cerita tentang
kamu, tentang kita. Kamulah sumber segala gambar yang aku
buat, gambar anime yang sering kamu puji bagus dan keren itu
aku buat saat aku memikirkan kamu, memikirkan tentang kita.
Apa kamu tahu semua itu? Ah, sudahlah itu tidak penting
bagimu, yang kamu mau adalah tindakan dari perasaanku yang
kamu pun tahu aku sulit melakukannya.
Hari ini, entah apa yang ku rasa, aku sangat merindukanmu,
aku merindukan kehadiran sosok dirimu yang dahulu selalu
membuatku bahagia. Aneh mungkin karena kita tidak
melakukan hubungan jarak jauh (LDR) dan kita juga tidak
berada dikota yang berbeda namun mengapa kali ini rasa itu
hadir dan begitu dalam ku rasakan? Apakah aku sudah gila?
Atau mungkin aku sudah kehilangan sosok dirimu yang dahulu?
Dirimu yang biasanya selalu membuatku nyaman dan bahagia
sudah jauh dari sisiku. Aku tidak tahu mengapa kamu pergi
menjauh dari aku dan kenangan kita? Apa salahku? Aku tidak
sedang terserang penyakit menular yang harus membuatmu
jaga jarak dan tidak berbicara padaku untuk sekedar bertukar
kabar walaupun itu lewat pesan singkat atau telepon.
Andai saja kau tahu, segala tweet dan status ku di media
sosial adalah ungkapan kegalauan hatiku yang aku
sembunyikan rapat-rapat karena aku tak dapat
menunjukkannya padamu, aku tak mampu. Segalanya tentang
kamu, Andai saja kamu tahu, aku selalu memperjuangkanmu,
seseorang yang tak pernah memperjuangkanku. Yang sudah
menyerah dengan segala kelemahanku, yang tidak bisa
mencintai kelemahanku layaknya aku mencintaimu. Aku
memperjuangkan yang tidak memperjuangkanku.
Ingin rasanya kembali ke masalalu, ketika masih ada kamu.
Ketika aku masih bisa tersenyum saat bangun pagi hingga
tidur malamku, saat kamu masih menganggapku lebih dari
teman, saat ungkapan rindumu masih sering ku dengar dari
bibir eksotismu, saat kehadiranmu bagai aktor utama drama
yang ku tunggu-tunggu kemunculannya. Aku masih saja sering
memperhatikan nomor handphonemu, menimbang-nimbang
ditengah ketakutanku apakah aku harus mengirim pesan
terlebih dahulu atau aku saja yang menunggumu? Ah.. Tapi
kamu terlalu sibuk, bahkan hanya untuk sekedar sms apalagi
menanyakan kabarku..
Setelah ku putar ulang lagi rekaman otakku yang berisi
tentangmu, aku mencoba untuk kembali mengingat perlakuan
lembut dan juga kasarmu. Aku mencoba mengingat
kesabaranmu saat menghadapiku, aku mereka-reka kembali
ucapanmu saat menenangkan amarahku, aku mencoba
mengintip kembali usaha-usaha yang kau lakukan agar
hubungan kita tidak berjalan ditempat. Bayanganmu
berputar-putar diotakku, suaramu terdengar menusuk-nusuk
telingaku. Aku benar-benar kecanduan masalalu. Aku semakin
sadar bahwa tidak ada seorangpun yang bisa membuatku
merasa berarti dan luar biasa selain kamu. Aku semakin yakin
bahwa kamu adalah seseorang yang berusaha memperbaiki
kesalahanku agar aku menjadi seseorang yang baru. Kamu
menerimaku lalu menjaga perasaanku.
To be continued...

Minggu, 23 Februari 2014

DIMANA LETAK SURGA?

"SURGA BERADA DIBAWAH TELAPAK KAKI IBU”

Ingatannya hanya melayang pada kalimat yang digoreskan oleh kapur putih di bagian atas papan tulis hijau. Kasogi hitam dengan size 29 menjadi alas kedua kakinya yang terbungkus kaos kaki putih setengah lutut. Matanya memandang kerikil-kerikil kecil diatas jalanan beraspal yang sudah mulai rusak. Segala pertanyaan lahir tak dapat diungkap lewat bibir kecilnya, namun tertanam dalam otak besarnya.

*

“Nik, besok ninik aja ya yang ambil raportku” lelaki kecil bercelana pendek dengan kaos naruto berdiri tepat dibelakang seorang wanita yang sedang mengiris potongan-potongan bawang

“Bukannya ninik nda mau yo, tapi ibumu juga ingin ngeliat sekolahmu, ketemu guru-gurumu. Dia juga pengen tau, nakal ga kamu di sekolah” jawabnya sambil memasukan irisan-irisan tersebut kedalam wadah suatu wajan.

“Tapi aku kan ga nakal nik disekolah. Aku janji deh, kalo besok ninik mau ambilin rapot aku ntar aku makan ini yang banyak” tangan kecilnya mengangkat wortel mentah yang lebih panjang dua kali lipat dari jarinya.

“Ya Ampun yo…, emang apa masalahnya kalau ibumu yang ambil? Apa bedanya sama ninik?”

“Beda nik. Kalo Ibu yang ambil, aryo bakalan diledekin temen-temen terus nanti disekolah!”

Wanita berusia 58 itu akhirnya menghentikan segala kegiatannya sejenak.
“Aryo, kamu tidak seharusnya malu dengan keadaan Ibumu. Ibumu itu adalah perempuan hebat, justru seharusnya kamu bangga padanya nak”

“POKOKNYA KALO IBU YANG AMBIL RAPOT, ARYO GA AKAN MAU SEKOLAH LAGI!!”
sekarang bocah kecil itu berlari setelah memberikan alasan yang menurut pikirannya sangat kuat dan tak terbantahkan. Hatinya memekik, dan ternyata ledakannya terdengar oleh sosok wanita disudut ruangan yang hatinya terkoyak-koyak.

“Sudahlah bu, biar ibu saja yang mengambil rapot Aryo besok. Saya mengerti ko”

*

Suara yang melantunkan lafaz-lafaz suci Al-quran berkumandang dari bangunan tempat biasa umat muslim bersembahyang. Seorang pria cilik berbalut sarung mencari sandal jepitnya yang berwarna biru, kerutan terlukis dari dahinya. Sesekali jemari mungil itu menggaruk-garuk kepala sehingga peci putih yang membungkus setengah kepalanya hampir meluncur turun.

“Sedang mencari apa Aryo?”
“Sendalku di curi orang pak Ustaaadzz” jawabnya gusar, sarung otak-kotak biru yang melintasi bahu kirinya dipegang kuat-kuat.

“Loh, itu bukannya sendalmu?” pria 55 tahun ini menunjuk sepasang sandal yang tertimbun sandal-sendal lain yang berserakan. Namun torehan spidol biru berlafaz “ARYO” mengukuhkan kalau sandal swallow biru mungil itu adalah milik bocah kecil yang sedang menggerutu.

“Eh iya…, hehehe. Tadi aku ga liat Pak Usradz” jawabnya cecengesan, deretan gigi putih yang masih bercampur dengan gigi susu pun hadir setelah pintu bibir mungilnya terbuka lebar.

“Sebelum membuat suatu prasangka pada orang lain, cobalah untuk melihat ke dalam diri sendiri. Jangan sampai kelalaian yang tidak kita sadari justru berbuah pikiran buruk untuk orang lain.”

Anak itu terdiam…memikirkan kembali perkataan yang baru saja menggema di telinganya. Dan saat dia kembali dari perenungannya selama beberapa detik, sosok pria berbaju koko putih tampak sudah berjalan beberapa langkah didepannya.

“Pak Ustaaaaadd…..Pak Ustaaaaaaadd…..sebentar…”
Aryo menggerakan kakinya lebih cepat dengan setengah berteriak.

“Ada apalagi nak?”

“Engga Pak Ustad, aku mau nanya satuuu lagi. Boleh kan pak Ustad?” katanya setengah merajuk sambul mengacungkan telunjuk

“Hahaha…, tentu boleh nak. Apa yang ingin kau tanyakan?”

“Apa benar Surga itu ada di telapak kaki Ibu?”

Lelaki tua bersarung kotak-kotak itu kini menurunkan posisi badannya agar sejajar dengan ustad kecil di hadapannya.

“Nak, saat seorang sahabat Rasul bertanya : Siapakah orang yang harus aku cintai di dunia ini? Rosulpun menjawab : Yang pertama adalah ibumu” dan laki-laki itu menghentikan sejenak kalimatnya.

“Lalu yang kedua siapa lagi Pak Ustad?” bocah ini nampak tak sabar dengan jawaban pria yang mengajarnya mengaji di setiah hari Jum’at malam.

“Ibumu”

“Ibu? Lalu yang ketiga?”

“Masih Ibumu nak”

Anak itu terdiam menunduk. Membayangkan wanita yang melahirkannya. Dia merasa tidak mengenal dengan baik sosok itu. Belum hilang dari ingatannya dimana dia tumbuh hingga usia 9 tahun tanpa melihat seorang Ibu. Manusia yang teramat dia damba namun ternyata kedatangannya justru membuat ia menjadi bahan olokan anak-anak sebayanya.

Sepasang tangan kini memegang pundaknya..” nah, yang ke empat…baru Ayahmu. Maka jangan pernah ragu akan keberadaan surga pada Ibumu nak”
Laki-laki tua itupun berlalu menginggalkannya. Meninggalkan sisa pertanyaan yang belum sempat terlontar dari bibirnya yang masih menganga…

*

“Sudah pulang nak?”

“Sudah bu”

“Lg apa di dapur nak?”

“Lagi buat roti pake meses”

“Sini nak, ibu buatin” wanita berdaster batik menghampirinya

“Ga usah bu, aryo bisa sendiri”

“Udaah.., ibu bisa ko buatin roti meses yang enak” tangannya mengambil pisau roti dari genggaman bocah cilik itu

“Ga usah buuuuu” Aryo spontan mengambil kembali pisau roti dari tangan sang ibu. Sikunya tanpa sengaja menggeser kotak besar yang berisi roti tawar, kaleng meses, mentega, dan selai-selai lainya..

PRAAAAAAAANNNGGGG

Beberapa selai yang berbalut kaca pecah berserakan di lantai, pecahannya mungkin tidak melukai tubuh keduanya, namun menggores hati wanita yang bertumpu diatas kursi roda. Melihat buah hatinya berlalu dari hadapannya. Hatinya menjerit seakan merasa tak berguna.

Pria kecil itu pun berlari kedalam kamar. Membenamkan wajahnya pada sebuah bantal yang disirami air mata. Segala rasanya berkecamuk, antara benci diselingi kewajiban untuk mencintai sosok yang tidak dia kagumi…

SURGA BERADA DIBAWAH TELAPAK KAKI IBU

Namun bagaimana jika sang Ibu tidak memiliki sepasang kaki?
Masih adakah Surga pada dirinya?

Batinnya memekik, sesungguhnya dia sungguh menyesal telah berbuat kasar kepada wanita yang mengandungnya selama 9 bulan, dimana kini perempuan itu menumpukan pergerakannya, diatas sebuah kursi roda..…

*

“Assalamualaikum”
“Wa’alaikum salam” sahut penghuni dari dalam rumah

Ruang tamu itu mungkin tidak mewah, namun sepasang sofa berwarna hijau tua saking bersandingan di padu sebuah kursi kayu tunggal yang mengitari meja pendek berisi minuman berwarna, kue-kue kecil dan gorengan.
Nampaknya usaha toko kue yang dibangun dari hasil tabungan kedua pasang mantan Pegawai Negri yang kini telah pension itu cukup untuk menampung seorang anak perempuan, juga cucu satu-satunya pemilik rumah itu.

“Baru pulang nak?” sang ibu bertanya disambut dengan tatapan bingung putranya yang mendapati seorang laki-laki berkacamata diruang tamu. Pembicaraan antara laki-laki tersebut, ibu dan juga niniknya terlihat serius. Maka bocah itu memutuskan untuk segera berlalu masuk ke dalam kamar

“Iya bu, tapi udah janjian main bola sama temen-temen” dan setelah bocah itu melepas topi merah bertuliskan tut wuri handayani serta berganti kaos superman yang dibelikan sang ninik di pasar minggu, celana pendek, bola kini dirangkulnya. Dan tentu dia harus melewati kembali ruangan yang sedang menerima tamu tak dikenal itu.

“Permisi semuanya, aryo main bola ya”

“Aryoo…., kemari sebentar nak” wanita berusia 35 tahun ini memanggil dan lelaki kecil itupun menghampirinya

“Kenalin pak, ini Aryo putra saya. Dialah sumber kekuatan saya”
Bocah berponi dengan tubuh tidak gemuk tapi juga tidak kurus itu mencium tangan tamu yang dia rasa sangat asing itu. Sebenarnya hatinya sedikit tergetar mendengar kata perkenalan yang dilontarkan sang ibu.

“Bu, aryo udah boleh pergi? Temen-temen semua nunggu diluar bu”

“Iya nak, hati-hati ya” jawabnya tersenyum

*

Kaki mungilnya terlihat lincah menggiring bola. Kemampuannya bermain memang tidak diragukan dan oleh karena itu teman-temannya selalu berbisik setiap penentuan team dijalankan.

“nanti kamu putih 2 kali, item 3 kali ya” bisik salah satu bocah

“Ya ayo…HOMPIMPA ALAIUM GAMBREEENNGG”

“yeaaaayyy, aryo masuk team kitaaa”
Itu mungkin contoh benih kecurangan yang tumbuh saat dini, kesalahan terletak dibanyaknya tercipta pupuk yang sangat luar biasa untuk mengembang biakannya.

“Sampe besok ya temen-temen!!!” seperti biasa, aryo kecil pulang setelah kakinya memasukan bola kedalam gawang sebanyak beberapa kali. Saat dia bersiap pulang, sosok laki-laki berkacamata dengan kaos berkerah dan celana jeans yang sempat mencicipi pisang goreng buatan neneknya tadi di rumah tampak menunggu di bibir lapangan.

Aryo kecil terus berjalan acuh seolah-olah dia tidak menyadari keberadaan laki-laki itu.

“ARYOO…”
Saat namanya disebut, pria berusia 11 tahun ini sadar kalau dia tidak lagi dapat bersikap “kura-kura dalam perahu, pura-pura tidak tahu”. Sehingga anak berkulit sawo matang dengan daging lebih dibagian pipi itu menoleh. Laki-laki dewasa yang membawa tas ransel berwarna hitampun segera menghampirinya

“Bisa bicara sebentar Aryo?”

*

“Jadi kamu tidak dekat dengan ibumu?”
Bocah itu hanya menggeleng sambil sibuk mengambil cendol-cendol berwarna hijau di dalam gelas transparan

“Apa kamu pernah merindukan ibumu saat dia jauh?”
Sekarang anak ini mengangguk sambil mengunyah minuman khas betawi yang dijadikan “sogokan” agar bocah yang handal bermain bola kaki ini mau diajak berbicara

“Apa yang kamu harapkan dulu saat kau belum bertemu ibu?”

“Aku mengharapkan ibu pulang terus nemenin aku ke sekolah seperti teman-teman yang lain”

“Apa Ibumu pernah datang kesekolahmu?”

“Pernah dulu, udah lama banget tapi om”

“Kamu senang?”
Anak itu menaruh gelas yang sudah kosong dibawah kursi plastic berwarna merah yang didudukinya.

“Engga om, semua temen-temen di sekolah mengejekku. Katanya aku tidak akan masuk surga karena ibuku tidak mempunyai kaki”

“Aryo, kau seharusnya bangga dilahirkan dari rahim wanita sehebat Ibumu” pria yang duduk berhadapan dengan sang bocah meneruskan ceritanya

*

“Apa yang membuat anda memutuskan untuk pergi?”

“Karena saat itu saya menghidupi diri dan anak saya sendirian. Aryo juga sudah mulai membutuhkan susu formula. Saya merasa harus bertanggung jawab setelah keluar dari rumah ini karena Ayah saya merasa saya mencoreng nama besar keluarga dengan hamil diluar nikah. Saya juga harus menghadapi kenyataan kalau kekasih saya saat itu pergi meninggalkan saya tanpa mau bertanggung jawab. Pekerjaan apapun pasti saya jalani selama itu halal. Dari mulai menjadi buruh pabrik hingga kuli cuci semua sudah saya cicipi. Sampai pada akhirnya tetangga saya mengajak untuk mendaftar menjadi pekerja di luar negri. Kami dijanjikan gaji yang besar dan hidup yang layak. Tanpa berpikir panjang, saya tanda tangani surat perjanjiannya. Dengan menitipkan Aryo pada salah satu tetangga yang sudah seperti ibu saya sendiri.”

“Apa yang pertama anda rasakan di sana?”

“Yang pertama saya rasakan rindu sebesar-besarnya pada anak. Tapi saya harap ini semua untuk kebaikannya juga. Tahun pertama saya belum mendapatkan siksaan apapun, sampai saat saya dipindahkan oleh majikan saya ketempat saudaranya. Disanalah saya menghadapi berbagai macam cobaan. Dari mulai jarangnya mendapat makanan, bekerja hampir 24 jam untuk mengurusi kebersihan restoran 24 jam nya. Baru mulailah pukulan-pukulan itu datang saat saya meminta gaji yang menjadi hak saya. Majikan saya tidak segan memukul saya dengan kayu saat mereka mabuk. Biasanya mereka akan memukul tulang kering saya bila saya lambat jika dipanggil. Alhamdulillah aktivis dari Indonesia akhirnya berhasil membawa saya keluar dari Negri Biadab itu, MALAYSIA”

“Bagaimana dengan pemberitaan yang cukup besar saat kepulangan anda?”

“Saya justru sangat berterima kasih kepada media yang akhirnya membuat kedua orangtua saya menerima kehadiran saya dan Aryo kembali. Karena bagaimanapun sebenci apapun antara anak dan orangtua, darah nya tetap mengalir dalam tubuh saya dan begitu pula sebaliknya”

“Apakah anda menyesal menjadi TKW setelah kehilangan anggota tubuh anda?”

“Tidak, saya kehilangan anggota tubuh saya, namun saya mendapatkan kembali utuh anggota keluarga saya”

*

Bocah itu kini menangis, menyadari bagaimanapun gejolak yang ada dalam dirinya, namun tetap darahnya merupakan darah perempuan yang mengayuh roda-roda untuk berjalan. Dia berlari dengan kedua kakinya yang kuat dimana kaki-kaki itu membuat Aryo Sunaryo menjadi bahan rebutan setiap tim untuk mencetak gol.

Debu yang beterbangan dari hentakan-hentakan pelarian tak hiraukannya, seperti dirinya yang tidak menghiraukan lagi tentang keberadaan surga di telapak kaki ibunya. Jari kecilnya membuka pintu kamar..

“IBUUUUUU” dan dia menangis dalam pelukan ibunya. Tempat yang paling nyaman untuk hatinya….

*

“ARYO GA MASUK SURGA….ARYO GA MASUK SURGA!!”
Suara bocah-bocah yang menambah bising suasana jam istirahat sekolah SD Negri itu

“Kalian ko ngomongnya gitu sih!Emang yang masukin orang ke surga kalian?” bela seorang anak berkepang dua

“Ibu nya Aryo kan ga punya kaki, jadi Aryo ga akan masuk Surga. Hahhahahahaha”

“Kalian nanti aku laporin Bu Guru ya!!”

“Udah Chendrawati, diemin aja.” Bocah itu kini tersenyum

“Kalau Surga kalian ada di telapak kaki ibu, maka surgaku adalah nafas ibuku”

**********

Kamis, 06 Februari 2014

KITA BERMASALAH; Egois.

Mungkin sekarang kau mengatakan bahwa semuanya terserah padaku, dan kau tak peduli.
Tapi ketika aku lelah menyampaikan maksudku dan tiba-tiba menghilang darimu, disana jangan kau marah padaku.
Tapi tanyakan pada dirimu.

Aku tak memojokkanmu, hanya saja kau perlu mengerti sedikit saja.
Aku hanya ingin kau berpikir dengan hatimu, bukan emosimu.
Tak hanya kau yang lelah dan emosi, aku juga diposisi yang sama.
Jika bukan karna sang cinta, sudah lama kutinggalkan ini semua.
Tapi aku rasa, kau sedikit pintar untuk memahami mengapa aku masih bertahan.

Memang ada kecemasan dihatiku sekarang, karna aku merasakan bahwa hubungan ini tidak baik-baik saja.
Kita bermasalah, inilah masalah kita: egois.
Lalu bagaimana dengan semua perjanjian cinta kita yang ingin berubah lebih baik?

Sudah lama, ya, aku rasa, kita selalu bertengkar seperti ini. Tapi nampaknya salah satu dari kita tak ada yang kapok.
Apakah harus ada perpisahan dulu, baru ada yang mau berubah, lalu kembali lagi? Bukankah itu terlalu kekanak-kanakan buat kita?

Mungkin ada rindu yang terselip disela ngambek nya aku, dan diamnya aku.

Harusnya kamu memang bisa mengerti dan mengimbangi. Bukan pergi dan mencaaci maki.
Aku tak menuntut banyak padamu, hanya saja  kau mau sedikit bersusah payah membujukku. Itu saja.
Tapi ternyata, kamu tidak!

Kepekaanpun kau tak punya, bagaimana harus aku menahan emosiku agar kau bisa peka.

Kita dan jarak

Kita, dan Jarak Jauh.

Ada kalanya aku tak mampu menahan kecemasanku mengkhawatirkanmu disana.
Berharap bahwa waktu dapat cepat bergulir agar aku dapat dipertemukan denganmu lagi, cepat-cepat.
Ada beberapa prasangka perasaan yang memaksaku untuk mengeluarkan kebodohanku untuk tak sabar ingin menemuimu.
Namun kutahan, kutahan, terus dan terus kutahan.
Aku tau bahwa kita mampu kuat, kita mampu melewati ini walau kadang kerinduan itu tak bisa lagi tersembunyi.
Kecemburuan dan posesifku, aku rasa telah mengganggu kenyamananmu. Namun, aku tak tahu lagi ekspresi apa yang harus kutunjukkan untuk menutupi kesepianku disini.
Kesepian dari pelukan hangatmu yang membuat kenyamanan tiada tara itu.

Tak bisa, memang, kita berbeda kota, berbeda daerah, berbeda tempat, hanya waktu saja yang sama. Walau bagaimanapun, untuk bisa menemuimu adalah hal yang sulit.
Aku harus menunggumu dibandara, itu tak masalah. Masalahnya adalah, tak setiap hari, atau tak setiap minggu, bahkan bulan, kau bisa menemuiku. Bisa saja hanya satu tahun sekali, atau dua kali setahun. Ya, untuk sekarang saja, aku berharap.

Ini tentang waktu, waktu yang ikut merenungkan aku, merenungkan sang pujaan hati yang jauh dari pandangan. Beribu-ribu jauhnya, bermil-mil, sampai dengan meteranpun takkan mampu terukur.
Memang yang hanya bisa mengobati rindu ini hanyalah 'pertemuan".
Namun aku harus bersabar untuk mendapatkannya.

Dalam cinta berjarak yang banyak disebut orang adalah Long Distance Relationshp , banyak sekali konsekuensi yang harus diterima. Mau tak mau, kuat tak kuat, ya itu, harus bisa: rindu, ingin memeluk, ingin bertatap wajah, ingin bercerita, ingin berbagi dan menangis bersama.
Semuanya sudah kuterima, kata "sabar" pun aku rasa sudah habis stok-nya untukku karna telah kuborong semua.

Ini bukan tentang menuntut balas, bukan menghabiskan waktu, ataupun hanya sia-sia belaka.
Ini bukan tentang berpaling karna ada yang lebih.
Ini bukan tentang menyerah begitu saja karna banyak yang menghasut.

Tapi,
Ini adalah tentang bagaimana kita bisa kuat untuk menjalani hubungan yang tak mudah ini.
Ini adalah tentang bagaimana kita berjuang bersama, bukan kamu atau aku sendirian.
Ini adalah tentang kita yang melawan arus jarak yang berlawanan, tentang perbedaan danau, laut, dan daratan.
Ini adalah tentang waktu, ketika kau menatap matahari disiang hari, aku juga tau bagaimana rasa panasnya. Ketika kau menatap bulan dimalam hari, aku juga tau bagaimana nyamannya.
Ini adalah tentang begitu sangat berartinya pesawat telpon bagi kita, sebagai penghantar suaraku dan suaramu dari kejauhan.
Ini adalah tentang begitu berartinya internet, agar mampu menggandengku menatap wajahmu dilayar laptop melalui Video Call.
Ini adalah tentang begitu banyaknya airmata yang tumpah karna kerinduan kita, karna kecemasan kita, dan pertengkaran kita.
Ini adalah tentang kesetiaan dan kejujuran yang sama-sama kita genggam, salah satu harta terbesar kita yang tak bisa kita khianati.
Ini adalah tentang cinta, cinta yang tak terkalahkan dengan begitu banyak asumsi negatif yang masuk, cinta yang tak terkeluhkan walaupun hanya bertemu sekejap saja.
Ini adalah tentang aku, kamu, dan jarak.