Minggu, 02 Maret 2014

KISAH SADIS DIHARI MINGGU

Jadi gini,ini cerita gue alamin kemaren:)

Dimana semua orang berpikir bahwa Minggu adalah hari dimana semua umat manusia bisa hidup
dengan damai setelah beberapa hari sebelumnya beraktivitas
dan bekerja keras bagaikan kuda. Begitupun dengan gue.
Waktu itu gue bertekad akan istirahat total. Demi bertahan
hidup. Karna hari-hari sebelumnya gue kurang tidur akibat
sibuk mengerjakan tugas. "Gue mau tidur 24 jam penuh!"

Tapi, hari minggu yang gue kira akan menjadi hari yang indah
itu menjadi hari yang paling tragis dalam hidup gue. Iya. Kisah
sadis di hari minggu..

Sabtu malam. Gue berencana untuk tidur dari minggu jam 1
pagi, sampai senin jam 1 pagi. Rencana brilian gue berjalan
lancar ketika gue tertidur sekitar jam 1.
Dan semua kisah sadis dalam cerita ini dimulai dari awal gue membuka mata.
Pukul 4 pagi. Disaat ayam-ayam masih tertidur pulas, gue
terbangun karna suara berisik yang berasal dari hp gue. Ada
telpon masuk dari nomer tak dikenal.

Awalnya gue reject. Karna gue termasuk tipe orang yang nggak mau diganggu ketika sedang tidur.
Walaupun ada ombak menyapu rumah gue,kalo gue masih pengen tidur, gue nggak bakal bangun.

Tapi setelah gue reject berkali-kali, penelpon misterius itu
nggak mau nyerah. Dia tetap optimis bahwa telponnya bakal
gue angkat. Akhirnya, gue yang nyerah. Gue nerima telpon itu
dengan harapan, setelah gue terima, dia nggak bakal nelpon
lagi, dan gue bisa dengan tenang melanjutkan tidur.

"Hallo?"

"Hallo?" Ternyata si penelpon misterius ini adalah seorang
bapak-bapak.

"Ini siapa ya?" Tanya gue.

"Ini opung kau! Lupa kau sama opung sendiri? Bah!"
Sampai di sini, gue merasa ada yang salah dengan orang ini.
Pertama, dia berbicara dengan logat batak yang cukup kental.
Sedangkan gue, nggak pernah punya saudara orang batak.
Kedua, spesies manusia macam apa yang nyariin saudaranya
pagi-pagi buta.

"Salah sambung, om!"

"Ah macam mana bisa salah sambung! Jangan mengada-ada
kau!"

"Sumpah, salah sambung!"

"Kau ini Sondang anaknya si Alex kan?"

"Bukaaaan. Rekaaa Bukan Sondang. Dan setau saya, saya
nggak punya bapak yang namanya Alex". Gue mencoba
meyakinkan.

"Wah kalau begitu, aku salah sambung!"

"Kan tadi saya bilang begitu!!". Gue pun menutup telpon dan
kembali melanjutkan tidur.

Beberapa menit kemudian, hp gue kembali berbunyi..
Si penelpon misterius itu, menghubungi gue lagi. Terpaksa
harus gue angkat karna gue tau, kalo nggak gue angkat, dia
pasti nggak bakal berhenti nelponin gue.

"Apa lagi?"

"Jadi, Sondang mana Sondang?". Tanpa pikir panjang, gue
langsung menutup telpon. Dan segera mematikannya. Sebelum
gue reflek jual hp karna dibikin kesel sama opungnya si
Sondang yang entah siapa itu.

Pukul 6 pagi. Gue terbangun lagi. Kali ini gara-gara hal yang
nggak kalah ngeselin dari sebelumnya. Gue terbangun gara-
gara suara kucing kawin. Sengaja gue diemin karna gue pikir,
kucing kawin biasanya nggak lama. Paling cuma 5 menit.

30 menit kemudian..

Setaaan! Dua kucing nggak tau aturan itu masih teriak-
teriak. Gue harus nyari cara buat menghentikan perilaku
amoral mereka. Dengan penuh rasa kesal, gue keluar rumah.
Melempar sendal, yang entah sendal siapa, ke arah dua kucing
yang sedang dimabuk asmara itu.
Setelah gue lemparin sendal, kucing betinanya kabur.
Sedangkan kucing jantannya menatap sinis ke arah gue.
Matanya seakan berkata "biadab! Tunggu pembalasanku!".
Tapi gue nggak mau kalah. Gue juga membalas tatapan
sinisnya, seraya berkata "APA LO?!" Dan kucing mesum itu pun
kabur.

Gue kembali ke kasur. Mencoba melanjutkan perjuangan
menikmati setiap lekuk tubuh kasur gue yang indah. Baru 5
menit tertidur, muncul lagi satu cobaan hidup dari Tuhan.

"Rekaaaa" Suara teriakan nyokap gue, memecah
keheningan. Bahkan hampir memecahkan gendang telinga
setiap orang yang ada di sekitar rumah gue dalam radius 10
kilometer.

"Ya mah? Kenapa?"
"Kamu udah bangun?"
"Belum nih"
"...."

Pagi itu nyokap gue iseng nyobain resep masakan yang dia
baca dari sebuah majalah. Tanpa sadar bahwa keisengan dia
secara nggak langsung sudah menyiksa dan mengorbankan
darah dagingnya sendiri.

"Mamah lagi nyobain resep masakan dari majalah. Tapi,
bahannya kurang"

"Terus?"

"Tolong beliin jeruk nipis ya"

Saat itu gue seakan ada di situasi yang paling sulit dalam hidup
gue. Kalo gue tolak, gue khawatir akan langsung dikutuk jadi
batu. Kalo gue turutin, hidup gue akan semakin tersiksa.
Harus masuk ke pelosok pasar dan dempet-dempetan dengan
ibu-ibu bau balsem. Hanya demi seonggok jeruk nipis.
Setelah menatap mata nyokap yang penuh ancaman, gue
terpaksa memilih untuk menurut. Karna gue nggak mau
bernasib sama seperti Malin Kundang. Lagian nggak keren
banget dikutuk jadi batu cuma gara-gara jeruk nipis.

Dalam otak gue, mencari jeruk di tengah pasar pasti gampang.
Tinggal nanya dari satu tukang sayur ke tukang sayur lainnya,
kelar. Tapi ternyata gue salah. Sesampainya di pasar, gue
muter-muter nyari tukang jeruk nipis. Tukang sayur yang gue
tanya, jawabnya cuma "di situ". Tanpa memberikan arah yang
lebih spesifik. Satu jam berlalu. Gue masih belum menemukan
si tukang jeruk nipis sialan ini. Perjalanan mencari jeruk
nipis, terasa seperti perjalan mencari 9 bolan naga. (Eh, 7
apa 9? Ya pokoknya segitu lah)

Setelah nanya-nanya ke hampir semua pedagang, akhirnya
gue menarik kesimpulan. Bahwa mungkin tukang jeruk nipis
yang gue cari, hari itu sedang cuti. Pencarian gue adalah
Mission Imposible. Gue pun kembali ke rumah. Tanpa hasil.
Karna udah terlalu capek, gue udah nggak peduli kalaupun
nantinya gue dikutuk jadi batu sama nyokap sendiri. Gue
pasrah.

Matahari semakin terik. Setelah panas-panasan di jalan dalam
perjalanan pulang, akhirnya gue sampai di rumah. Ada
perasaan cemas yang mengganggu gue saat itu. Takut ketika
gue kabarin bahwa gue pulang tanpa membawa jeruk nipis
pesanannya, dia langsung shock, dan teriak "APAH?! TIDAK
MUNGKIN!". Lalu dilanjutkan dengan adegan memegang dada.
Matanya mengarah ke atas. Badannya kejang-kejang.
Serangan jantung. Tapi kayaknya nggak mungkin. Itu cuma
terjadi di adegan-adegan sinetron.

Gue memberanikan diri menghadapi kenyataan. Dengan
perasaan cemas yang bercampur denga rasa takut dikutuk jadi
batu, gue berjalan ke dapur untuk bertemu dengan nyokap.
Dia terlihat sedang sibuk mengiris-ngiris wortel. Belum
sempat gue bersuara, nyokap udah menengok ke arah gue.

"Eh. Gimana? Dapet jeruk nipisnya?". Gue seketika merasa
seperti seorang spionase Amerika yang tertangkap di Rusia.
Dan sebelum dieksekusi mati, ditanya dulu "ada kata-kata
terakhir?"

"Jadi gini, mah.."
"Gimana gimana?"
"Uuuumm"
"Kamu pasti nggak dapet jeruk nipisnya ya? Yaudah gapapa.
Ternyata setelah mamah periksa lagi, di kulkas, jeruk nipis
masih banyak"

Allahuakbar!

Rasanya campur aduk. Antara lega dan kesel. Lega karna gue
nggak jadi dieksekusi mati, kesel karna udah buang-buang
energi keliling pasar buat nyari jeruk nipis yang sebenernya
udah ada di kulkas.

Untuk yang kesekian kalinya, gue segera kembali ke haribaan
kasur untuk kembali melanjutkan tidur. Nggak lama, gue bisa
tertidur lelap. Kali ini, gue bisa tidur sekitar 5 jam. Dari jam
10 siang, terbangun di jam 3 sore. Lumayan.

Saking enaknya tidur, gue lupa dari kemaren sore belum
makan. Dengan nyawa yang masih belum terkumpul, gue
berjalan menuju dapur untuk mencari sesuatu yang bisa
dimakan. Cuma ada beberapa peralatan masak, piring-piring
kotor, dan sendal jepit yang tergeletak tak berdaya di lantai.
Sepertinya gue nggak menemukan sesuatu yang bisa gue
makan.

Gue pun mencari nyokap untuk meminta klarifikasi tentang
kemana perginya masakan yang tadi dia masak.

"Maaaah.. maaaah..."
"Apaaaa?" nyokap gue menyaut. Suaranya berasal dari dalam
kamarnya.
"Makanan yang tadi mamah masak, kemana?"
"Oh itu? Gagal. Rasanya aneh. Daripada nggak ada yang
makan, mamah kasih kucing aja"
"Astaghfirullah.."

"Oh iya tadi alif ke sini" kata nyokap gue, mencoba
membahas topik lain sebagai pengalihan isu atas kegagalannya
memberi makan anaknya.

"Dia nyari kamu. Tapi kamunya nggak bisa dibangunin"

"Terus?"

"Ya dia pulang. Dia nunggu kamu di rumah neneknya".

Alif adalah cowok gue. Kami udah jalan 1 tahun lebih, Akhir-akhir
ini, hubungan kami agak renggang. Jarang ketemu karena kita LDR :') maka dari itu dia nyusul gue kesini buat ketemu.

Sore itu, gue dateng ke rumah nene alif, Sekalian minta makan.

"Hai"

"Eh, kamu. Kangen ya sama aku?"

"Iya.nenek km masak?"

"....."

Sambil melahap dengan cepat makanan dari alif, kami
ngobrol. Awalnya semua berjalan baik-baik saja. Sampai
akhirnya alif berkata.. "Kayaknya kita udah nggak cocok".
Ucapan alif ini sempat membuat nasi yang ada didalam mulut gue rasanya susah buat ditelan,ibarat telan batu kerikil.Saking kagetnya.

"Maksud kamu?"

"Percuma. Yang berusaha mempertahankan hubungan ini cuma
satu pihak. Cuma aku. Bukan kita"

"Tapi.."

"Aku harus memilih jalan yang terbaik. Maaf, kita putus"

"Hmm.."

"Kok hmm?"

"Sebenernya yang membuat kita seperti ini ya kita berdua.
Aku sibuk. Kamu sibuk. Kita jarang ketemu. Jalan yang terbaik
harusnya bertemu. Bukan berpisah.

Alif terdiam. Gue pergi meninggalkan dia dan meninggalkan
makanan yang belum sempat gue habiskan.

Gue memang sengaja nggak meminta dia untuk tetap
mempertahankan hubungan kami. Karena dari kalimat yang dia
ucapkan, bisa diambil kesimpulan kalau sebenarnya, nggak ada
lagi tempat buat gue di hatinya.

Sore berganti malam. Biru dan jingga mulai habis ditelan
gelap. Pelan-pelan.

Pukul 7 malam. Entah kenapa, malam itu, suasana kamar gue
terasa lebih sunyi dari malam-malam sebelumnya. Membuat
seluruh sel-sel dalam otak gue serempak meneriakan nama
Alif. Di satu sisi, gue benci dengan dia. Di sisi yang lain, ada
harapan dalam hati gue, semoga malam ini dia nelpon gue. Dan
meminta gue untuk memulai semua dari awal.

Waktu hampir menujukan pukul 10 malam. Harapan gue
terancam pupus. Alif nggak nelpon. Hp gue sepi. Gue
menghembuskan napas panjang. Mencoba menenangkan diri,
sambil berkata dalam hati "yaudah lah.."
Setelah beberapa menit melamun, hp gue bunyi. Nada dering
telpon masuk. Gue dengan cepat menyergap hp gue yang
tergeletak di kasur. Dengan penuh harapan bahwa itu telpon
dari alif.

"Hallo?"

"Ya hallo. Sondang mana Sondang?"

"Innalilahi wainailaihirojiun.."

"Hah?"

THE END.
Itu ceritaa gue dihari minggu,tragis :'(

Tidak ada komentar:

Posting Komentar