Sabtu, 02 April 2016

Putriku, cintailah dan setialah dengan suami mu.

putriku...
cintailah, setialah pada suamimu kelak.

lalu, mintalah kepada-Nya, lelaki yang bisa mencinta dan setia hanya pada satu wanita.

bukankah cinta harus adil?
bukankah didalam c(i)nt(a) cuma ada satu "ia" dan tak ada "ia" lainnya.
C(i)nt(a) beda dengan s(i)(a) - s(i)(a)...

suami mu yang kelak menikahimu tidaklah.
Semulia Nabi Muhammad SAW, setakwa Nabi Ibrahim AS, setabah Nabi Isa AS atau Nabi Ayub AS, segagah Nabi Musa AS, setampan Nabi Yusuf AS.

Suami mu hanyalah pria akhir zaman yang bercita-cita menjadi lelaki shaleh, bantulah dia mewujudkannya.

Suami yang kelak menikahimu bukanlah makhluk luar biasa.
Kamulah yang menjadikannya luar biasa.

Pernikahan mengajarkan kewajiban bersama.
Saat suami bagai balita nakal, kamu penuntunnya.
Saat suami menjadi raja, nikmati anggur singgasananya.
Seketika suami menjadi racun, kamu penawar bisanya.
Seandainya suami masinis yang lancang, sabarlah mengingatkannya.

Tentu, engkau putriku, akan bertanya.
"Bagaimana dengan Suami?".

Suami yang baik mesti menyadari, istri yang ia nikahi tidaklah.
Semulia Khadijah RA , Setakwa Aisyah RA, Setabah Fatimah RA.

Istri yang ia nikahi hanyalah wanita akhir zaman yang bercita-cita menjadi wanita shaleha.

Saat istri menjadi tanah, suami langit penaungnya.
Saat istri ladang tanaman, suami pemagarnya.
Istri murid, suami pembimbingnya.
Istri bagai anak kecil, suami tempat bermanjannya.
Istri menjadi,suami teguk sepuasnnya.
seketika istri menjadi racun , suami penawar bisanya.
Seandainya, istri tulang yang bengkok, suami mesti berhati-hati mekuruskannya.

Pernikahan mengajarkan perlunya takwa dan iman, belajar meniti sabar dan ridha.

Karena pasangan kita hanyalah manusia biasa, yang berusaha menjadi shaleh/shalehah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar