Kamis, 07 November 2013

Aku tak minta banyak hal tuhan

Tuhan... selamat pagi, atau selamat siang, dan selamat
malam. Aku tak tahu di surga sedang musim apa, penghujan
atau kemaraukah? Ataukah mungkin sekarang sedang turun
salju? Pasti indah. Kalau boleh berbincang sedikit, aku belum
pernah melihat salju. Mungkin, kalau aku sudah cukup dewasa
dan sudah bisa menghasilkan uang sendiri, aku akan bisa
menyaksikan salju, dengan mata kepalaku sendiri.

Aku tahu Kamu tak pernah sibuk. Aku tahu Kamu selalu
mendengar isi hatiku meskipun Kamu tak segera memberi
pukpuk di bahuku. Aku tak perlu curiga padaMu, soal Kamu
mendengar doaku atau tidak. Aku percaya telingaMu selalu
tersedia untuk siapapun yang percaya padaMu. Aku yakin
pelukanMu selalu terbuka bagi siapapun yang lelah pada dunia
yang membuatnya menggigil. Aku mengerti tanganMu selalu
siap menyatukan kembali kepingan-kepingan hati yang patah.

Masih tentang hal yang sama, Tuhan. Aku belum ingin ganti
topik. Tentang dia. Seseorang yang selalu kuperbicangkan
sangat lama bersamaMu. Seseorang yang selalu kusebut dalam
setiap frasa kata ketika aku bercakap panjang denganMu.

Aku sudah tahu, perpisahan yang Kauciptakan adalah sesuatu
yang terbaik untukku. Aku mengerti kalau Kamu sudah
mempersiapkan seseorang yang jauh lebih baik darinya.
Tapi... bukan berarti aku harus absen menyebut namanya
dalam doaku bukan?

Nah... kalau yang ini, aku juga sudah tahu. Dia sudah
menemukan penggantiku, entah lebih baik atau lebih buruk
dariku. Atas alasan apapun, aku harus turut bahagia
mendengar berita itu, karena ia tak perlu merayakan
kesedihannya seperti yang aku lakukan beberapa hari
terakhir ini. Seiring mendapatkan penggantiku, ia tak perlu
merasa galau ataupun merasa kehilangan. Sungguh... aku tak
pernah ingin dia merasakan sakit seperti yang kurasakan,
Tuhan. Aku tak pernah tega melihat kecintaanku terluka
seperti luka yang belum juga kering di dadaku. Aku hanya
ingin kebahagiaannya terjamin olehMu, dengan atau tanpaku.

Tolong kali ini jangan tertawa, Tuhan. Aku tentu saja
menangis, dadaku sesak ketika tahu semua berlalu begitu
cepat. Apalagi ketika dia menemukan penggantiku hanya
dalam hitung jam. Aku memang tak habis pikir. Padahal, aku
sedang menikmati perasaan bahagia yang meletup pelan-pelan
itu. Bukannya ingin berpikiran negatif, tapi ternyata setiap
manusia punya topengnya masing-masing. Ia berganti-ganti
peran sesukanya. Sementara aku belum cukup cerdas untuk
mengerti wajah dan kenampakan aslinya. Aku hanya melihat
segala hal yang ia tunjukkan padaku, tanpa pernah tahu apa
yang sebenarnya ada dalam hatinya.

Aku tidak tahu bagaimana kabarnya sekarang. Bagaimana
hubungannya dengan kekasih barunya. Aku tak terlalu ingin
mengurusi hal itu. Aku yakin dia pasti bahagia, karena begitu
mudah mendapatkan penggantiku.

Aku percaya dia sedang dalam titik jatuh cinta setengah mati
pada kekasih barunya, dan tidak lagi membutuhkan aku dalam
helaan napasnya. Permintaan yang sama seperti kemarin,
Tuhan. Jagalah kebahagiaannya untukku. Bahagiakan dia
untukku. Senyumnya adalah segalanya yang kuharapkan.

Bahkan, aku rela menangis untuknya agar ada lengkungan
senyum di bibirnya. Aku ingin lakukan apapun untuknya, tanpa
melupakan rasa cintaku padaMu. Aku memang tak
menyentuhnya. Tapi... dalam jarak sejauh ini, aku bisa terus
memeluknya dalam doa.

Pernah terpikir agar aku bisa terkena amnesia dan melupakan
segala sakit yang pernah kurasa. Agar aku tak pernah merasa
kehilangan dan tak perlu menangisi sebuah perpisahan.
Rasanya hidup tak akan terlalu rumit jika setiap orang mudah
melupakan rasa sakit dan hanya mengingat rasa bahagia.

Namun... aku tahu hidup tak bisa seperti itu, Tuhan. Harus
ada rasa sakit agar kita tahu rasa bahagia. Tapi, bagiku rasa
sakit yang terlalu sering bisa membuat seseorang menikmati
yang telah terjadi. Itu dalam persepsiku lho, Tuhan. Kalau
pendapatMu berbeda juga tak apa-apa.

Aku memang tak perlu meratap, karena sepertinya ia bahagia
bersama kekasih barunya. Ia pasti telah menemukan dunia
baru yang indah dan menyenangkan. Aku turut senang jika hal
itu benar, kembali pada bagian awal, Tuhan. Aku tak pernah
ingin dia merasakan sakitnya perpisahan, seperti yang aku
rasakan.

Akhir percakapan, aku tidak minta agar dia segera putus dari
kekasihnya, atau hubungan mereka segera kandas di tengah
jalan. Aku hanya minta agar ia sembuh dari maag akutnya.
Agar ia terhindar dari vertigo parahnya. Agar muntah
darahnya berhenti ketika tubuhnya kelelahan. Semoga
kekasihnya mengerti betul penyakitnya seperti aku mengerti
rasa sakitnya.

Kembali pada bagian awal. Aku hanya ingin ia bahagia. Cukup.

@rechajunior

Tidak ada komentar:

Posting Komentar