Rabu, 06 November 2013

PENGABAIANMU

“Saya bukan "robot", saya tahu rasa sakit itu seperti apa,
saya juga tahu rasanya diabaikan itu seperti apa”

Ini tentang perasaan saya kepada seseorang. Dia
(mungkin) mengira saya adalah "robot" yang tidak memiliki
perasaan dan tidak dapat merasakan sakit, sehingga dia bisa
mengabaikan saya sesering yang dia suka. Saya selalu memberi
perhatian terbaik yang bisa saya berikan, sesering mungkin
saya mengingatkan dia agar tidak telat makan, dan sesabar
mungkin saya mendengar semua cerita dan permasalahannya.
Sayangnya, usaha terbaik saya lebih sering mendapat
pengabaian, kadang dia merespon tapi respon itu tidak dia
berikan dengan sungguh-sungguh. Respon itu malah terlihat
seperti penghiburaan untuk seorang "robot" yang telah
kelelahan dan kebingungan.

Beberapa minggu terakhir ini, saya tidak mengerti, apakah
semua yang saya lakukan untuk dia adalah hal yang sia-sia
atau tidak? Saya tidak mengerti, apakah benih baik yang saya
tabur telah siap menuai kebaikan yang saya harapkan atau
tidak menghasilkan sama sekali.

Memang saya labil dan tidak cerdas secara emosi. Saya
pernah mencoba berkali-kali untuk melupakan dia, sayangnya
hal itu tidak dapat dilakukan secara instan. Status ini
menyesakan, saya berada dalam posisi yang lebih sering
diabaikan. Dia memanggil saya dengan sebutan "Dek" "Sayang" dan panggilan lainnya,
panggilan itu semakin membuat saya sesak dan lelah untuk
berharap. Apakah yang saya lakukan selama ini adalah rencana
pembahagiaan atau sesuatu yang berpeluang membuat saya
kesakitan? Dia berkata sayang dan kangen, tapi kenyataannya
dia selalu menggantungkan perasaan saya hingga saya merasa
lelah. Dia berkata sayang dan kangen, tapi kenyataannya dia
tidak pernah membuktikan sayang dan kangen itu melalui
tindakannya yang cenderung sangat amat cuek. Dia berkata
maaf, tapi kenyataannya dia mengulang kesalahan yang sama,
lagi dan lagi. Bahkan, saat saya menunjukan sikap lelah untuk
berharap, dia belum tentu peduli dan memikirkan perasaan
saya. Komunikasi yang tercipta satu arah, selalu inisiatif dari
saya. Dia tak kunjung memberi kejelasan. Saya benci
diabaikan.

Kalau benci diabaikan, lalu kenapa saya tetap
bertahan saat saya perhatian tapi dia tidak? Kenapa saya
bertahan saat saya merasa kangen tapi dia tidak? Kenapa saya
bertahan dianggap “robot”? Kenapa saya bertahan diabaikan?
Bahkan semua wanita normal pun tidak ingin mengalami hal
seperti ini, tapi kenapa saya bertahan?

Saya memang tidak menuntut status, karena menurut
saya perasaan yang kuat tidak dilambangkan dari status. Saya
memang tidak pernah menuntut perhatian lebih, karena
menurut saya, dia adalah orang yang memiliki segudang
kesibukan yang (mungkin) tidak punya waktu untuk memikirkan
orang lain. Saya tidak pernah menuntut dia untuk memanggil
saya dengan sebutan "sayang", "beb", "dear", or many more ,
karena menurut saya, panggilan belum tentu melambangkan
perasaan seseorang.

Kamu memang pernah membajak otak saya. Disetiap
selnya berisi KAMU. Saya sering menulis tentang kamu,
memikirkan kamu dan merindukan kamu. Tapi, saya pun juga
harus memikirkan, apakah saya merasa bahagia saat
menyayangi dan memberi perhatian kepada kamu dengan
tulus? Saya percaya, cinta itu harusnya mengobati bukan
melukai. Saya lelah, kebingungan. Kamu tidak kunjung
memberikan tanda. Saya bukan "robot", saya tahu rasa sakit
itu seperti apa, saya juga tahu rasanya diabaikan itu seperti
apa.

Beberapa minggu terakhir, kamu yang terbaik. Dan beberapa minggu terakhir ini,cuma kamu yang dapat menyakiti saya dan cuma kamu yang bisa jadi obatnya.

@rechajunior

Tidak ada komentar:

Posting Komentar