Selasa, 05 November 2013

JIKA DARI AWAL AKU TAK MENGENALMU

Akhirnya, aku sampai di tahap ini. Posisi yang sebenarnya tak
pernah kubayangkan. Aku terhempas begitu jauh dan jatuh
terlalu dalam. Kukira langkahku sudah benar. Kupikir
anggapanku adalah segalanya. Aku salah, menyerah adalah
jawaban yang kupilih; meskipun sebenarnya aku masih ingin
memperjuangkan kamu.

Aku terpaksa berhenti karena tugasku untuk mencintaimu kini
telah menjadi tugas barunya. Hari-hariku yang tiba-tiba
kosong dan berbeda ternyata cukup membawa rasa tertekan.
Mungkin, ini berlebihan. Tentu saja kaupikir ini sangat
berlebihan karena kamu tak ada dalam posisiku, kamu tak
merasakan sesaknya jadi aku.

Jika aku punya kemampuan membaca matamu dan mengerti isi
otakmu, mungkin aku tak akan mempertahankan kamu sejauh
ini. Jika aku cukup cerdas menilai bahwa perhatianmu
bukanlah hal yang terlalu spesial, mungkin sudah dari dulu
kita tak saling kenal. Aku terburu-buru mengartikan segala
perhatian dan ucapanmu adalah wujud terselubung dari cinta.
Bukankah ketika jatuh cinta, setiap orang selalu menganggap
segala hal yang biasa terasa begitu spesial dan manis? Aku
pernah merasakan fase itu. Aku juga manusia biasa. Kuharap
kamu memahami dan menyadari. Aku berhak merasa bahagia
karena membaca pesan singkatmu disela-sela dingin malamku.
Aku boleh tersenyum karena detak jantungku tak beraturan
ketika kamu memberi sedikit kecupan meskipun hanya
berbentuk tulisan.

Aku mencintaimu. Sungguh. Mengetahui kautak memilihku
adalah hal paling sulit yang bisa kumengerti. Aku masih belum
mengerti. Mengapa semua berakhir sesakit ini? Aku sudah
berusaha semampuku, menjunjung tinggi kamu sebisaku, tapi
di mana perasaanmu? Tatapanmu dingin, sikapmu dingin, dan
aku dilarang menuntut ini itu. Aku hanya temanmu. Hanya
temanmu. Temanmu!

Jika kauingin tahu, aku kesesakan dalam status yang
menyedihkan itu. Aku terkatung-katung sendirian. Meminum
asam dan garam, membiarkan kamu meneguk hal-hal manis.
Begitu banyak yang kulakukan, mengapa matamu masih belum
terbuka dan hatimu masih tertutup ragu?

Sejak dulu, harusnya tak perlu kuperhatikan kamu sedetail
itu. Sejak pertama bertemu, harusnya tak perlu kucari
kontakmu dan kuhubungi kamu dengan begitu lugu. Sejak tahu
kehadiranmu, harusnya aku tak menggubris. Aku terlalu
penasaran, terlalu mengikuti rasa keingintahuanku. Jika dari
awal aku tak mengenalmu, mungkin aku tak akan tahu rasanya
meluruhkan air mata di pipi.
Iya. Aku bodoh. Puas?

Semua berlalu dan semua cerita harus punya akhir. Ini bukan
akhir yang kupilih. Seandainya aku bisa memilih cerita akhir,
aku hanya ingin mendekapmu, sehingga kautahu; di sini aku
selalu bergetar ketika mendoakanmu.

@rechajunior

Tidak ada komentar:

Posting Komentar